Air Mata Muhaimin Jatuh Ketika Dengar Curhatan Para Korban Pelecehan Seksual
Foto via laman DPR

Bagikan:

JAKARTA - Tanpa sadar, air mata itu menetes di pipi Muhaimin Iskandar. Air mata Wakil Ketua DPR Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Korkesra) itu jatuh ketika mendengar kisah para penyintas dan korban kekerasan dan pelecehan seksual di Yayasan Gembala Baik Jakarta.

Muhaimin bersama Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah datang ke tempat ini, Rabu 26 Januari untuk mendengar kisah dari para penyintas. Sementara Menaker memastikan memberikan pelatihan dan sertifikasi kepada para penyintas dan korban kekerasan seksual dan pelecehan seksual, melalui skema kerja sama dengan Kementerian Ketenagakerjaan RI.

Di sana, Muhaimin mendengarkan dengan serius semua kisah-kisah kekerasan dan pelecehan seksual yang mereka alami. Kata dia, kasus kekerasan dan pelecehan seksual di Indonesia harus dihentikan mulai hari ini, mengingat jumlah kasusnya terus naik.

"Saya memilih bersuara, kekerasan dan pelecehan seksual harus kita akhiri. Saya tidak sanggup mendengar kisah kawan-kawan penyintas. Ingatan yang justru ingin kawan-kawan lupakan. Saya pastikan RUU TPKS akan segera disahkan. Kita sudahi kasus kasus banal seperti itu," ucap Muhaimin dalam keterangannya seperti dilihat di laman resmi parlemen.

Di kesempatan yang sama, ia meminta para penyintas untuk mengindentifikasi apa saja yang mereka harapkan dari pemerintah, supaya mereka dapat melanjutkan hidup dengan baik. Ketua Umum PKB ini berjanji akan mendorong harapan tersebut dapat diwujdukan, dan berlaku untuk semua penyintas dan korban kekerasan dan pelecehan seksual di seluruh Indonesia.

"Saya datang ke sini tidak untuk memberikan nasihat, sebab bukan itu yang mereka butuhkan saat ini. Mereka harus melanjutkan hidup, dan kita pastikan kita ada di sisi mereka. Itu politik kesejahteraan yang saya maksud, bahwa tidak ada anak bangsa yang tercecer,” kata dia.

Dalam dialog yang berlangsung selama satu jam tersebut, Muhaimin terlihat serius menyimak kisah-kisah para penyintas. Tanpa menyebutkan nama, alamat dan tempat tinggal saat ini, para penyintas terlihat nyaman mengisahkan kekerasan dan pelecehan seksual yang mereka alami.

“Kami butuh tempat untuk bercerita dengan nyaman. Kami butuh untuk didengar. Karena kami harus melupakan peristiwa yang justru selalu kami takutkan akan terjadi lagi,” kata Sari (nama samaran), salah seorang penyintas.

"Kemnaker siap memfasilitasi kegiatan pelatihan sesuai minat dan passion para penyintas. Saya menunggu identifikasi kebutuhan dari para pendamping agar segera kami daftarkan dalam program pelatihan kami. Juga dukungan untuk berwira usaha agar mandiri secara finansial,” kata Menaker Ida.