Kecelakaan Bus vs Kereta Api Dhoho: Sudah Ada di Undang Udang, Pengemudi Kendaraan Wajib Berhenti Ketika Sinyal Kereta Berbunyi
Foto: Antara

Bagikan:

JAKARTA - PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI menyoroti pengawasan pemerintah terhadap pelintasan sebidang. Hal tersebut menyusul adanya peristiwa kecelakaan lalu lintas antara Bus Harapan Jaya dan Kereta Api Dhoho (Blitar-Kertosono) di Tulungagung.

Menyikapi peristiwa yang terjadi pada Minggu, 27 Februari, pagi, VP Public Relations KAI Joni Martinus mengatakan rendahnya kedisiplinan pengguna jalan, membuat masih tingginya jumlah kecelakaan di perlintasan sebidang antara pengguna jalan dan kereta api.

Kata Joni, pada tahun 2021, tercatat terjadi kecelakaan lalu lintas di perlintasan sebidang kereta api sebanyak 271 kecelakaan dengan korban meninggal 67 orang dan luka 92 orang.

Padahal, kata Joni, berdasarkan UU Nomor 23 tahun 2007 tentang perkeretaapian dan UU 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, seluruh pengguna jalan harus mendahulukan perjalanan kereta api saat melalui perlintasan sebidang.

Pada UU Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, Pasal 124 menyatakan yaitu, pada perpotongan sebidang antara jalur kereta api dan jalan, pemakai jalan wajib mendahulukan perjalanan kereta api.

Kemudian pada UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angutan Jalan, Pasal 114 menyatakan yaitu, pada perlintasan sebidang antara jalur kereta api dan jalan, pengemudi kendaraan wajib berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah mulai di tutup dan atau ada isyarat lain, mendahulukan kereta api, dan memberikan hak utama kepada kendaraan yang lebih dahulu melintas rel.

"KAI meminta pemerintah meningkatkan keselamatan perjalanan di perlintasan sebidang sesuai kewenangannya. Sesuai UU Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, Pasal 94 ayat 2 bahwa Penutupan perlintasan sebidang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah," kata Joni, di Jakarta, Minggu, 27 Februari.

Joni juga menjelaskan, sesuai Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 94 Tahun 2018 Pasal 2, pihak yang bertanggungjawab atas pengelolaan jalan yang berpotongan dengan jalur kereta api adalah pemilik jalannya.

Rinciannya adalah menteri, untuk jalan nasional, gubernur, untuk jalan provinsi, bupati/wali kota, untuk jalan kabupaten/kota dan jalan desa, dan badan hukum atau lembaga, untuk jalan khusus yang digunakan oleh badan hukum atau lembaga.

"KAI berharap seluruh pihak dapat proaktif dan bersama-sama menjalankan tugas sesuai kewenangannya masing-masing untuk meningkatkan keselamatan perjalanan kereta api maupun para pengguna jalan itu sendiri," ujar Joni.