Komite Penanganan COVID-19 dan IDI Sepakat Jalankan <i>Swab</i> Rutin untuk Tenaga Kesehatan
Menteri koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto melakukan pertemuan dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI). (Foto: dokumentasi IDI)

Bagikan:

JAKARTA - Ketua Komite Penanganan COVID-19 dan Penanganan Ekonomi Nasional (KPCPEN), yang juga merupakan Menteri koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto melakukan pertemuan dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Mereka bersepakat akan menjalankan pemeriksaan swab COVID-19 rutin dan gratis untuk tenaga kesehatan.

Ketua Tim Mitigasi Pengurus Besar IDI (PB IDI) Adib Khumaidi menyebut, pemerintah menggelontorkan dana cukup besar dalam penanggulangan pandemi ini yang penggunaannya termasuk untuk perlindungan tenaga kesehatan tersebut. 

"Pemeriksaan PCR bagi petugas kesehatan harus dapat diselenggarakan secara rutin agar kondisi para tenaga medis dan tenaga kesehatan dapat terpantau secara reguler dan kontinyu," kata Adib dalam keterangannya, Rabu, 23 September.

Pemeriksaan swab rutin ini, kata Adib, dapat memberikan rasa aman bagi tenaga kesehatan, sehingga mereka bisa melayani kesehatan masyarakat, terutama para pasien COVID-19 secara maksimal. 

Terlebih, saat ini, persentase jumlah tenaga kesehatan yang meninggal akibat COVID-19 telah melebihi negara-negara lain di Asia dan termasuk 10 besar di dunia. 

"Tenaga medis dan tenaga kesehatan harus menjadi perhatian serius dari pemerintah karena berkurangnya satu tenaga medis atau tenaga kesehatan akan berpengaruh terhadap pelayanan kesehatan yang saat ini dibutuhkan oleh Negara," kata Adib.

Selain itu, Adib menyatakan bahwa IDI siap memberikan masukan yang konstruktif bagi pemerintah untuk mempercepat penanggulangan COVID-19 di Indonesia.

Sebagai informasi, per tanggal 18 September, total korban COVID-19 dari pihak dokter saat ini mencapai 117 orang di seluruh Indonesia. Jumlah tersebut, terdiri dari 62 dokter umum dan 55 dokter spesialis.

Daerah dengan jumlah korban dokter meninggal dunia terbanyak akibat COVID-19 itu di Jawa Timur (30 orang). Kemudian menyusul Sumatera Utara (21 orang), Jakarta (16 orang), dan sisanya menyebar di daerah-daerah lain di seluruh Indonesia.