133 Anak di Indonesia Meninggal Dunia Akibat Kasus Gagal Ginjal Akut
ILUSTRASI DOK VOI

Bagikan:

 JAKARTA - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin memaparkan perkembangan kasus gagal ginjal akut progresif atipikal atau Acute Kidney Injury (AKI) di Indonesia.

Per tanggal 21 Oktober, dilaporkan ada 241 kasus gagal ginjal akut di 22 provinsi. Sebanyak 133 kasus meninggal dunia dengan persentase 55 persen dari total kasus.

Rinciannya, pada bulan Januari tercatat sebanyak 2 kasus, Februari 0 kasus, Maret 2 kasus, April 0 kasus, Mei 5 kasus, Juni 3 kasus, Juli 5 kasus, Agustus 36 kasus, September 78 kasus, dan Oktober sementara ini 110 kasus.

Berdasarkan proporsi kelompok umur, kasus gagal ginjal akut pada pasien di bawah 1 tahun sebanyak 26 kasus, 1-5 tahun 153 kasus, 6-10 tahun 37 kasus, 11-18 tahun 25 kasus.

"Kita mulai lihat ada lonjakan di bulan Agustus, naik sekitar 36 kasus. Sehingga begitu ada kenaikan, kita mulai melakukan penelitian ini penyebabnya apa," kata Budi dalam konferensi pers, Jumat, 21 Oktober.

Budi memaparkan, kasus gagal ginjal akut ini banyak menyerang terutama balita di bawah 5 tahun. Gejala klinis kasus ini dimulai dengan demam, kehilangan nafsu makan. Sementara gejala spesifiknya adalah anuria atau tidak bisa memproduksi urin.

"Ini terjadi peningkatan di bulan Agustus. Kita lihat yang masuk rumah sakit itu cepat sekali kondisinya memburuk. pada umumnya mereka memburuk sesudah 5 hari, biasanya turun secara drastis sehingga lebih dari 50 persen, yakni 55 persen meninggal dunia," urai Budi.

Gagal ginjal akut misterius atau atypical progressive acute kidney injury (AKI) adalah kondisi saat ginjal tiba-tiba tidak dapat menyaring limbah dari darah dan tanpa diketahui penyebabnya.

Kementerian Kesehatan sudah meneliti pasien balita yang terkena gagal ginjal akut misterius terdeteksi memiliki 3 zat kimia berbahaya, yakni ethylene glycol-EG, diethylene glycol-DEG, dan ethylene glycol butyl ether-EGBE.

Ketiga zat kimia ini merupakan impurities dari zat kimia tidak berbahaya, polyethylene glycol, yang sering dipakai sebagai solubility enhancer di banyak obat-obatan jenis sirup.

Beberapa jenis obat sirop yang digunakan oleh pasien balita yang terkena AKI terbukti memiliki EG, DEG, EGBE, yang seharusnya tidak ada/sangat sedikit kadarnya di obat-obatan sirup tersebut. Sehingga, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengeluarkan keputusan yang melarang penggunaan obat-obatan sirup.

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah memerintahkan kepada industri farmasi untuk menarik peredaran 5 jenis obat sirup yang memiliki kandungan EG melebihi ambang batas aman.

Lima jenis obat sirup yang dianggap punya kandungan cemaran EG melebihi ambang batas aman adalah:

1. Termorex Sirup (obat demam), produksi PT Konimex dengan nomor izin edar DBL7813003537A1, kemasan dus, botol plastik @60 ml.

2. Flurin DMP Sirup (obat batuk dan flu), produksi PT Yarindo Farmatama dengan nomor izin edar DTL0332708637A1, kemasan dus, botol plastik @60 ml.

3. Unibebi Cough Sirup (obat batuk dan flu), produksi Universal Pharmaceutical Industries dengan nomor izin edar DTL7226303037A1, kemasan Dus, Botol Plastik @ 60 ml.

4. Unibebi Demam Sirup (obat demam), produksi Universal Pharmaceutical Industries dengan nomor izin edar DBL8726301237A1, kemasan Dus, Botol @ 60 ml.

5. Unibebi Demam Drops (obat demam), produksi Universal Pharmaceutical Industries dengan nomor izin edar DBL1926303336A1, kemasan Dus, Botol @ 15 ml.