Hadiri Forum Parlemen Asia-Pasifik, Puan Maharani: Perempuan Harus Jadi Agen Perubahan
DOK/Ketua DPR Puan Maharani. ANTARA/HO-DPR RI/aa.

Bagikan:

JAKARTA - Ketua DPR Puan Maharani menghadiri the 30th Annual Congress of the Asia-Pacific Parliamentary Forum (APPF 30) di Bangkok, Thailand.

Pada forum parlemen Asia-Pasifik itu, Puan bicara soal peningkatan kesetaraan gender di Indonesia. Menurutnya, perempuan harus menjadi agen perubahan. 

Sebelum pembukaan APPF 30, Puan lebih dulu mengikuti forum khusus bagi anggota parlemen perempuan Asia-Pasifik bertajuk ‘Memberdayakan Perempuan untuk Mengatasi Krisis di Masa Depan’. Puan mengatakan, pertemuan anggota parlemen perempuan sangat penting, seiring adanya tantangan besar di mana situasi global terus menjadi lebih kompleks.

Menurut Puan, perempuan tetap rentan ketika dunia mengalami krisis. Karenanya, kata dia, perlu upaya bersama untuk memperkuat ketahanan perempuan agar dapat bertahan menghadapi krisis di masa depan. 

“Sebagai anggota parlemen, kita perlu menekankan bahwa kekuatan perempuan adalah tanggung jawab kita. Perempuan harus menjadi agen perubahan, di bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya,” ujar Puan dikutip dari keterangan tertulis, Rabu, 26 Oktober. 

Puan menilai, keterlibatan perempuan juga diperlukan dalam proses pengambilan keputusan di politik dan lembaga publik, termasuk di pemerintahan dan parlemen. Sebab, kata Puan, perempuan dapat memperkaya perspektif kebijakan publik sehingga kebijakan tersebut dapat bermanfaat bagi seluruh masyarakat.

“Keterlibatan perempuan akan membawa proses yang lebih inklusif dalam pengambilan keputusan kebijakan publik. Kita juga tidak boleh mengabaikan peran perempuan untuk pembangunan global dan regional termasuk di Asia-Pasifik,” kata Puan.

Kendati demikian, Puan menyoroti adanya berbagai tantangan mengenai kepemimpinan perempuan di beberapa bagian dunia, seperti persoalan budaya dan struktural. Dia menyebut, hingga saat ini masih dibutuhkan perjuangan dalam menghadapi sentimen yang berakar budaya terhadap perempuan serta kebijakan yang tidak responsif gender.

“Di Indonesia, kami telah membuat kemajuan besar dalam kesetaraan gender di beberapa tahun terakhir,” ungkap Puan.

Puan lantas menyinggung soal Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2014 tentang Pemilihan Umum yang mendesak 30 persen kursi untuk perempuan di DPR RI. Ia juga mengungkap adanya peningkatan jumlah anggota DPR RI perempuan, dari hanya 17,3 persen menjadi 21,39 persen selama periode 2019-2024. Saat ini, kata Puan, Indonesia semakin banyak memiliki pemimpin perempuan di segala bidang. 

“Saya sendiri saat ini menjabat sebagai Ketua DPR perempuan pertama di Indonesia. Sebelumnya saya pernah menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan perempuan termuda dan pertama,” ungkap Puan.

Kuncinya, tambah Puan, dengan meningkatkan kapasitas perempuan melalui pendidikan di setiap tingkatan.  Faktor lain, yakni memajukan infrastruktur dan literasi digital bagi perempuan untuk mengurangi kesenjangan guna mempercepat pemberdayaan perempuan.

Puan mengatakan kesetaraan gender dan ketahanan perempuan berkaitan erat dengan kemakmuran rakyat. Untuk mencapai kemakmuran itu, parlemen dinilai punya peranan penting.

“Parlemen adalah tulang punggung demokrasi, dan demokrasi adalah tulang punggung kemakmuran. Tidak ada kemakmuran tanpa kesetaraan gender dan ketahanan perempuan,” sebutnya.

Puan pun mengajak anggota parlemen di setiap negara untuk bersama-sama mengemban misi dalam memperkuat ketahanan perempuan terhadap segala kemungkinan krisis di masa depan.

“Parlemen harus memobilisasi aksi global dan menerapkan komitmen pemberdayaan perempuan di tingkat lokal. Sekarang saatnya beraksi,” ujar Puan.