ASN Asal Jateng Ternyata Pemodal Sindikat Upal Lintas Provinsi yang Ditangkap Polda Jatim
Rilis kasus uang palsu di Mapolda Jatim/FOTO: AM Sby-VOI

Bagikan:

SURABAYA - Polda Jawa Timur menangkap seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) berinisial SD yang berdinas di Kabupaten Grobokan, Jawa Tengah, terkait kasus peredaran uang palsu (upal). SD sebagai pemodal pelaku sindikat upal lintas provinsi tersebut.

"Nah, ASN ini orang yang memberi dana untuk pengadaan mesin-mesin pencetak uang palsu kepada para pelaku," kata Kapolres Kediri, AKBP Agung Setyo Nugroho, di Mapolda Jatim, Surabaya Kamis, 3 November.

Hasil pemeriksaan terhadap SD, lanjut Agung, SD mengaku memberi modal para pelaku tujuannya untuk memperkaya diri sendiri melalui usahanya. SD ini merupakan ASN yang berdinasi di Pemerintah Kabupaten Grobokan, Jawa Tengah.

"SD selaku pemodal uang palsu ini, yang kita amankan di daerah Grobokan. Tujuannya untuk memperkaya usahanya, untuk mengembangkan usahanya yaitu Koperasi," katanya.

Menurut Agung, pengungkapan kasus upal tersebut berawal dari adanya laporan uang palsu dari Bank Rakyat Indonesia (BRI) di wilayah Kediri. Mereka mendapati adanya uang palsu senilai Rp4 juta.

Kemudian polisi menindaklanjuti mulai tanggal 14 Oktober sampai 1 November 2022, hingga akhirnya berhasil menangkap 11 tersangka di sejumlah wilayah di pulau Jawa. Mulai dari Wilayah Kediri, Jakarta dan tempat mencetak uang di Cimahi, Jawa Barat.

"Dari 11 tersangka itu ada yang berperan sebagai pengedar uang palsu, manager uang palsu dan orang yang memberi modal," katanya. 

Menurut Agung, proses mencetak dan mengedarkan uang palsu ini telah dilakukan sejak Maret hingga Oktober 2022. Selama hampir delapan bulan itu, tersangka telah mencetak uang sebanyak 20 ribu lembar pecahan Rp100 ribu dengan total Rp2 miliar.

"Sementara yang sudah tersebar ke masyatakat kurang lebih Rp1,2 miliar, dan sekitar Rp800 juta sisanya berhasil kita amankan," ujarnya.

Akibat perbuatannya, 11 tersangka dijerat pasal 36 Ayat (2) Jo Pasal 26 Ayat (2) atau Pasal 36 Ayat (3) Jo Pasal 26 Ayat (3) UU RI Nomor 7 Tahun 2011 tentang mata uang. Dengan ancaman penjara paling lama 15 tahun, dan denda paling banyak Rp50 miliar.