Langkah Puan Maharani yang Selalu Kasih Kesempatan untuk Generasi Muda
Puan Maharani (Foto via Dok PDIP)

Bagikan:

JAKARTA - Komitmen Ketua DPR RI Puan Maharani terhadap pemberdayaan generasi muda mendapat apresiasi. Selain banyak memperjuangkan kelompok perempuan dan anak, Puan diketahui sangat memperhatikan isu-isu tentang anak muda, bahkan sejak dia menjabat Menko PMK.

"Ketua DPR Puan Maharani telah menunjukkan komitmen yang kuat terhadap pemberdayaan anak muda, termasuk penyandang disabilitas. Tindakan ini merupakan langkah positif yang menggarisbawahi pentingnya inklusi dan kesetaraan dalam politik," kata Analis Komunikasi, Silvanus Alvin, Jumat 23 Juni.

Di berbagai kesempatan, Puan memang sering membahas isu-isu berkenaan dengan genarasi muda. Pada setiap forum-forum internasional, isu tentang anak muda selalu diangkat Puan.

Contohnya saat pelaksanaan Inter-Parliamentary Union (IPU) ke-144 yang digelar di Bali pada awal tahun lalu. Kala itu sebagai pimpinan tuan rumah sidang umum forum parlemen internasional tersebut, Puan memfasilitasi suara-suara dari generasi muda yang menginginkan dunia menjadi lebih baik lewat gerakan nyata mengatasi perubahan iklim.

Pada momen itu, Puan mempromosikan gerakan Youthtopia yang bertujuan memberdayakan anak-anak muda agar menjadi agen perubahan. Ia mengajak pemimpin Youthtopia, Melati Wijsen berbicara di hadapan delegasi negara-negara IPU.

Di hadapan forum IPU, Puan memuji Melati dari Indonesia itu sebagai penggagas dari Bye Bye Plastic Bags, sebuah organisasi yang menghimpun pemuda dari seluruh dunia untuk berjuang menghentikan pemakaian kantong plastik.

Menurut Alvin, dukungan dari Puan tersebut dapat menjadi motivasi bagi generasi muda yang memiliki banyak tantangan di tengah gempuran globalisasi.

“Dalam masyarakat, anak muda sering kali dihadapkan pada tantangan dan kesulitan yang unik, terlebih lagi bagi mereka yang memiliki disabilitas,” ucapnya.

Alvin mengatakan, pemberdayaan anak muda dengan inklusi disabilitas adalah langkah yang progresif dan mendorong kesetaraan hak-hak individu. Oleh karenanya, langkah yang dilakukan Puan dinilai sangat baik.

“Dengan fokus pada pemberdayaan anak muda, Puan Maharani menunjukkan pemahaman mendalam tentang pentingnya memperhatikan segmen populasi yang sering kali diabaikan atau kurang diwakili,” sebut Alvin.

“Ini menunjukkan bahwa pemimpin politik harus melibatkan semua kalangan masyarakat dalam keputusan politik dan pembuatan kebijakan,” tambah Dosen Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Multimedia Nusantara (UMN).

Lebih lanjut, Alvin menilai Puan juga telah berusaha untuk menciptakan lingkungan yang inklusif bagi penyandang disabilitas di dunia politik. Hal ini dapat dilihat dari upaya mantan Menko PMK itu untuk memastikan bahwa kebutuhan dan aspirasi anak muda, termasuk mereka yang memiliki disabilitas, didengar dan diwakili dengan baik.

“Pemberdayaan anak muda dengan inklusi disabilitas juga memiliki implikasi yang lebih luas di bidang politik. Dalam proses ini, diharapkan akan muncul lebih banyak pemimpin muda yang beragam, berbakat, dan berkompeten, termasuk mereka yang memiliki disabilitas,” terang Alvin.

“Ini akan menciptakan representasi yang lebih baik dalam pengambilan keputusan politik, menghasilkan kebijakan yang lebih inklusif dan berpihak pada kepentingan semua warga negara,” sambungnya.

Meski mendukung kemajuan era digital, Puan selalu mengingatkan generasi muda untuk tidak melupakan nilai-nilai luhur dan budaya. Ia juga kerap menyampaikan pentingnya pendidikan dan fasilitas pendukungnya untuk kaum muda yang merupakan generasi penerus bangsa.

Hal tersebut seringkali disampaikan Puan, termasuk saat ia menghadiri Focus Group Discussion (FGD) tentang implementasi kerja sama konsorsium antara 18 perguruan tinggi di Indonesia dengan Pukyong National University (PKNU), Korea Selatan, yang diselenggarakan di kampus Universitas Negeri Semarang (UNNES), Semarang, pada Kamis (22/6).

“Dengan membahas dan menjadikan anak muda sebagai pusat bangsa ini, maka baik pemerintah maupun DPR dapat sama-sama mempersiapkan mekanisme yang bisa memberi kesempatan bagi anak-anak muda. Dan concern Puan pada kesempatan mendapat pendidikan untuk anak menjadi penting sekali,” papar Alvin.

Dalam sejumlah pertemuan dengan pimpinan negara lain, Puan selalu membawa isu pemberdayaan generasi muda. Baik untuk generasi muda bangsa Indonesia, maupun dorongan kerja sama untuk meningkatkan hubungan generasi muda antar-negara.

“Langkah seperti yang dilakukan Puan Maharani harus didukung dengan tindak lanjut dari Pemerintah. Karena diplomasi parlemen sangat memainkan peranan penting terhadap hubungan atau relasi kerja sama dengan negara-negara lain,” terang Alvin.

Lulusan Master University of Leicester Inggris itu menyebut, fokus terhadap generasi muda akan membuat bangsa ini terhindar dari fenomena gerontokrasi. Adapun konteks gerontokrasi, disampaikan Alvin, menekankan bagaimana keputusan politik sering kali dipengaruhi oleh pandangan dan nilai-nilai yang berkembang dari pengalaman panjang orang-orang tua.

“Hal ini dapat mengarah pada risiko kurangnya pembaruan dan kesesuaian dengan perkembangan sosial, teknologi, dan aspirasi generasi muda,” ujar Penulis buku ‘Komunikasi Politik di Era Digital: dari Big Data, Influencer Relations & Kekuatan Selebriti, Hingga Politik Tawa’ tersebut.

Alvin juga memuji upaya Puan yang selalu mensosialisasikan penerapan nilai-nilai Pancasila untuk anak muda sehingga generasi penerus tidak kehilangan jati diri sebagai Bangsa Indonesia sekalipun arus informasi di era kemajuan teknologi semakin masif.

“Bicara soal pendidikan maka tidak hanya bicara soal kemampuan akademis saja, melainkan pembawaan diri sesuai semangat Pancasila. Dengan menyelami dan meresapi Pancasila maka penerus bangsa akan dapat membentengi diri pada perilaku tidak pantas,” tutur Alvin.

Cara Puan Maharani dengan selalu mngingatkan generasi muda dinilai bisa menjadi langkah antisipasi terhadap hal buruk dari era digitalisasi. Alvin mengingatkan, tahun 2024 dan tahun-tahun seterusnya akan menjadi waktu di mana generasi muda sangat bergantung dengan digitalisasi sehingga harus ada mekanisme preventif terhadap dampak negatifnya.

“Jadi yang ingin disampaikan Puan adalah walau digital itu penting tapi akhlak dan adab tidak boleh dikesampingkan,” ungkap pengajar muda tersebut.

Alvin pun menyoroti bagaimana selama ini Puan selalu vokal terhadap isu-isu pemberdayaan anak muda, termasuk saat ia mendorong Pemerintah membuka peluang lapangan pekerjaan dengan menjembatani lulusan SMK dengan pelaku industri. Alvin juga menilai langkah Puan mengawal kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan menjadi bentuk pengawasan kepada Pemerintah dan penegak hukum.

“Puan sadar betul bahwa masa depan negeri ini ada di pundak generasi muda, makanya dukungan Puan terhadap pemberdayaan anak-anak muda nggak main-main. Ini seharusnya diikuti pejabat lain, dan tokoh-tokoh negara lain,” imbau Puan.

“Bahkan Puan dan para anggota DPR lainnya harus jadi contoh mulai dari perilaku mau melayani, tak segan berbaur dengan generasi muda, hingga anti-flexing. Agar menjadi contoh bagi penerus bangsa,” imbuhnya.

Sebelumnya, Puan menegaskan pentingnya mengedepankan nilai budaya luhur dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek). Hal ini dinilai sangat penting demi menjaga generasi muda dari pengaruh negatif era digitalisasi.

“Kita menginginkan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, peradaban akan semakin memuliakan nilai-nilai kemanusiaan dan menjaga kelestarian lingkungan hidup dan budaya luhur," ungkap Puan saat FGD antara PKNU dengan sejumlah perwakilan perguruan tinggi Indonesia di Kampus UNNES, Semarang, Kamis (22/6).