Beda Pandangan Musik Halal atau Haram, MUI: Perdebatan Tidak Produktif
Gedung Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat di Jakpus. (ANTARA-Anom P)

Bagikan:

JAKARTA - Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) bidang Seni, Budaya, dan Peradaban Islam, KH Dr Jeje Zaenudin menyebutkan debat soal halal dan haramnya musik merupakan debat yang tidak produktif dan tidak memberikan solusi apapun.

"Menurut hemat saya, meskipun ada manfaatnya, tetapi itu perdebatan yang tidak produktif dan tidak memberi solusi. Malah berdampak pro-kontra di kalangan masyarakat awam yang diikuti dengan saling mecela dan menghakimi antara yang pro dan kontra," katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa 7 Mei, disitat Antara.

Ketua Umum PP Persis itu menilai polemik masalah hukum musik dan lagu hanyalah mendaur ulang perdebatan masalah fikih klasik yang sudah ada sejak berabad-abad lalu.

Ia melanjutkan, adanya perbedaan pendapat di kalangan para ulama sejak zaman dahulu menunjukkan masalah musik dan lagu tidak ada dalil yang qath'i dan sharih atau dalil yang secara pasti dan tegas dari Al Quran, Hadits, maupun ijmak ulama tentang pengharamannya secara mutlak.

Karena jika ada dalil yang pasti, jelas, dan tegas dari Quran, Hadits, ataupun Ijmak, kata Jeje, tidak mungkin terjadi perbedaan pendapat di kalangan para ulama sejak zaman dahulu.

"Semua dalil yang dijadikan sandaran bersifat zhanny, atau dalalah -dalil- yang penafsirannya bersifat ijtihady atau subjektif. Oleh sebab itu, sepatutnya kita semua bersikap tasamuh atau toleran terhadap pendapat yang berbeda," ujarnya.

Menurut Jeje, memaksakan kehendak untuk membuat orang lain tunduk dan hanya mengikuti pendapat suatu kelompok mazhab tertentu yang dikalim paling benar merupakan sebuah sikap yang arogan dan tidak bijak.

Seharusnya, kata dia, masyarakat pada saat ini mencari solusi dari fenomena dan fakta berkembangnya industri musik dan nyanyian yang telah menjadi bagian budaya kehidupan masyarakat manusia secara global. Di mana tidak bisa dipungkiri sebagiannya itu cenderung merusak akhlak, moral, dan keadaban masyarakat yang tidak bisa diselesaikan hanya dengan menjeneralisasi hukumnya segala jenis musik dan lagu adalah haram.

"Dari tinjauan filosofi dan normatifnya, musik dan nyanyian atau lagu adalah bagian dari ekspresi naluri keindahan dalam diri manusia. Sedang naluri keindahan itu sendiri adalah bagian dari fitrah penciptaan manusia," katanya.

Jeje juga menerangkan keindahan merupakan sifat dan perkara yang dicintai Allah. Dalam hadits sahih Rasul bersabda Allah itu Mahaindah dan mencintai keindahan, di mana musik dan lagu adalah ekspresi fitrah manusia tentang keindahan suara dan nada.

"Maka menjadi tugas para ulama kita memberi solusi, bimbingan, dan arahan kepada umatnya, bagaimana perkembangan seni dan budaya itu berada dalam relnya sebagai ekspresi fitrah naluriah yang Allah karuniakan kepada manusia, agar tidak melanggar akidah dan syariah agama-Nya," tandasnya.