Bagikan:

JAKARTA - Komisi II DPR menaksir perkiraan biaya yang digelontorkan untuk menggelar pemungutan suara ulang (PSU) di sejumlah daerah akibat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah 2024.

Biaya PSU Pilkada di 24 daerah ini diperkirakan hampir menembus Rp1 triliun. 

"Tadi saya hitung kasar saja itu bisa mencapai Rp900 (miliar) sampai Rp1 triliun," ujar Wakil Ketua Komisi II DPR Dede Yusuf, Kamis, 27 Desember. 

Biaya tersebut, lanjut Dede, berasal dari kebutuhan anggaran yang disampaikan lembaga penyelenggara pemilu untuk menggelar pemungutan suara ulang (PSU) hingga anggaran aparat keamanan untuk menjalankan fungsi pengamanan.

Besaran anggaran tersebut terungkap saat Komisi II DPR mengadakan rapat kerja bersama Kementerian Dalam Negeri, KPU, Bawaslu dan DKPP pada Kamis, 27 Februari, hari ini. 

"KPU menyampaikan (butuh anggaran, red) kurang lebih Rp486 miliar sekian, Bawaslu kurang lebih sekitar Rp215 (miliar), tambah kalau ada pilkada ulangnya kurang lebih Rp250 (miliar) lah. Belum TNI dan Polri jika harus melakukan fungsi pengamanan," bebernya.

Legislator Demokrat Dapil Jawa Barat itu menyatakan, anggaran untuk menggelar PSU itu akan dibebankan kepada anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Jika tak cukup, akan didukung oleh anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dari pemerintah pusat.

"Sisanya ya mungkin pemerintah pusatlah sesuai dengan amanat undang-undang bahwa jika pemerintah daerah tidak sanggup maka pemerintah pusat dapat (mendukung pembiayaan PSU). Nah, konotasi 'dapat' ini yang kita mesti dudukkan bersama-sama. Pemerintah harus siap, mau tidak mau harus siap melaksanakan PSU," jelasnya. 

Dede menerangkan Komisi II DPR memberikan waktu kepada pemerintah untuk menyimulasikan kepastian mekanisme pembiayaan PSU menggunakan APBD dan APBN dalam kurun waktu 10 hari kerja terhitung sejak rapat Komisi II DPR pada hari ini. Terlebih, PSU kloter pertama memiliki tenggat waktu 30 hari, dan telah disepakati berlangsung pada 22 Maret.  

"Kami memberikan tenggat waktu 10 hari kepada pemerintah untuk segera menyampaikan nanti kepada DPR, apa yang bisa disiapkan oleh daerah dan apa yang bisa disiapkan oleh pemerintah pusat," pungkasnya.