YOGYAKARTA – Adakah skrining kelainan seksual untuk calon dokter? Pertanyaan ini muncul seiring dengan ramainya pemberitaan soal kasus pemerkosaan yang dilakukan dokter residen anestesi bernama Priguna Anugrah Pratama (PAP). Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) dari Universitas Padjajaran itu melakukan rudapaksa terhadap keluarga pasien di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung (RSHS).
Terkait hal ini, Kepolisian Daerah Jawa Barat mengungkap bahwa pelaku pemerkosaan terindikasi memiliki fetish seksual.
“Dari hasil pemeriksaan beberapa hari ini, kecenderungan pelaku mengalami kelainan dari segi seksual,” ujar Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Jabar Kombes Pol Surawan di Bandung, Rabu, 9 April 2025, dikutip dari Antara.
Surawan menuturkan, pihaknya akan melakukan pemeriksaan psikologi forensic untuk memperkuat temuan tersebut.
“Begitu juga hasil pemeriksaan dari pelaku ini akan kita perkuat dengan pemeriksaan dari ahli psikologi maupun psikologi forensik, nanti untuk tambahan pemeriksaan,” sambungnya.
Seberapa Penting Skrining Kelainan Seksual untuk Calon Dokter?
Berkaca pada kasus pemerkosaan yang dilakukan dokter residen anestesi terhadap keluarga pasien di RSHS Bandung, skrining kelainan seksual terhadap calon dokter sangat penting untuk dilakukan. Sebab, dorongan seksual menyimpang tidak terkait dengan status pendidikan tertentu.
Selain itu, perilaku penyimpangan seksual yang kompulsif bisa menyebabkan trauma psikologis yang mendalam bagi korban.
Identifikasi kelainan seksual untuk calon dokter dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti tes kejiwaan, wawancara psikologis, dan pengamatan jejak di media sosial.
Lebih lanjut, seseorang yang memiliki kelainan seksual umumnya memiliki fantasi terhadap objek, situasi, atau aktivitas tertentu yang tidak lazim. Fantasi tersebut menciptakan dorongan kuat hingga pelaku merasa terdorong untuk bertindak.
Bagi pelaku, pemenuhan dorongan seksual yang menyimpang bisa membuatnya meraih kepuasan. Namun bagi korban, hal tersebut dapat menimbulkan trauma dan penderitaan yang dalam.
Adakah Skrining Kelainan Seksual untuk Calon Dokter?
Dihimpun dari berbagai sumber, institusi pendidikan sedianya sudah menyelenggarakan tes psikologi yang ketat untuk calon dokter, khususnya dokter spesialis. Salah satu tes psikologi yang dilakukan adalah tes Minnesota Multiphasic Personality Inventory (MMPI).
Tes MMPI tidak hanya digunakan untuk mengidentifikasi gangguan jiwa, tapi juga deteksi ini perilaku seksual yang menyimpang.
Akan tetapi hasil tes MMPI bisa berubah ketika skrining ulang setelah menjalani pendidikan. Untuk itu, perlu dilakukan tes psikologi secara berkala untuk mencegah terjadinya permasalahan yang lebih berat, seperti depresi hingga perilaku menyimpang seksual.
Kemenkes Wajibkan Calon Dokter Spesialis Jalani Tes Kesehatan Mental
Untuk mengantisipasi terjadinya kasus kekerasan seksual yang melibatkan calon dokter spesialis, Kementerian Kesehatan RI mewajibkan peserta PPDS menjalani tes kesehatan mental setiap tahun.
“Ini kan bisa dicegah, masalah mental, masalah kejiawaan. Sekarang Kementerian Kesahatan akan mewajibkan semua peserta PPDS yang masu masuk harus tes mental dulu dan setiap tahun,” ujar Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin di Solo, Jawa Tengah, Jumat, 11 April 2025.
Menkes mengatakan, hal itu perlu dilakukan karena tekanan mental yang dialami oleh calon dokter spesialis cukup besar.
BACA JUGA:
“Jadi setiap tahun harus tes mental, sehingga kita bisa lihat kalau ada yang cemas atau depresi bisa ketahuan lebih dini sehingga bisa diperbaiki,” tutur Menkes.
Demikian jawaban dari pertanyaan ‘adakah skrining kelainan seksual untuk calon dokter’. Semoga informasi di atas bisa menambah wawasan para pembaca setia VOI.ID.