Mahfud MD Singgung <i>Buzzer</i> Hama, Tapi Konsekuensi Demokrasi
ILUSTRASI/UNSPLASH

Bagikan:

JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menganggap buzzer atau pendengung di media sosial sebagai hama demokrasi. Tapi, Mahfud tak menampik fenomena ini terjadi akibat demokrasi yang dijunjung tinggi di Tanah Air.

"Kita melihat (buzzer, red) hama demokrasi sebagai konsekuensi dari demokrasi," kata Mahfud dalam diskusi daring yang dikutip Kamis, 30 September.

Mahfud MD menyinggung saat pemerintahan orde baru yang dipimpin Presiden Soeharto, orang tentu tak bisa sembarang bicara seperti yang dilakukan para buzzer. Tapi kini, mereka bebas bicara apa saja bahkan berkelompok dan menyerang orang tertentu yang menyuarakan satu hal.

"Hal-hal yang begini memang penyakit. Memang itu konsekuensi dari demokrasi," tegas Mahfud.

Meski begitu, dia menganggap istilah buzzer ini kerap kali dimaknai keliru. Mahfud mengatakan selama ini ada sindiran BuzzerRP untuk mereka yang disebut-sebut dibayar dan juga ada buzzer biasa. Sementara Buzzer tanpa Rp di belakangnya adalah orang yang cenderung 'ke kanan'.

"BuzzerRP belakangnya itu sindiran kan buat buzzer yang dibayar dengan uang. Itu selalu dikatakan kalau orang membela Jokowi," ungkap eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini.

"Kalau kita lihat itu lebih banyak mereka yang menyerang daripada membela, kalau kita lihat ya," imbuh Mahfud.

Menko Polhukam membantah kabar pemerintah memelihara buzzer atau pendengung.

Menurut Mahfud, hal ini tidak benar mengingat pemerintah saja tidak tahu siapa yang mengorganisir gerakan semacam ini. Sehingga tidak mungkin ada buzzer yang dipelihara untuk merespons narasi kritis yang berkembang di media sosial.

"Saya tidak pernah lihat bagaimana cara memeliharanya, wong saya juga tidak pernah melihat dan tidak pernah tahu siapa yang mengorganisasikan. Setiap hari ada saja orang menyerang pemerintah. Itu bisa dilihat di medsos, kayaknya yang menyerang luar biasa banyaknya," pungkas Mahfud.

Terkait