Kebakaran Hutan Seringkali Disebabkan Perilaku Konyol dan Kebodohan Manusia
Personel gabungan Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BB TNBTS) berupaya memadamkan api di area sabana, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Rabu (30/8/2023). (Antara/BB TNBTS)/

Bagikan:

JAKARTA - Sudah hampir sepekan kebakaran hutan dan lahan terjadi di kawasan Gunung Bromo, namun sampai sekarang belum tampak tanda-tanda kondisi membaik. Yang terjadi kebakaran justru makin meluas dan menyebabkan kerusakan di berbagai aspek.

Penyebab kebakaran boleh dibilang konyol. Ini karena sepasang kekasih yang menggunakan flare atau suar saat melakukan sesi foto pranikah pada Rabu, 6 September 2023, sekitar pukul 11.30 WIB. Satu dari lima flare yang mereka gunakan sebagai bagian dari properti foto meletus saat dinyalakan, sehingga mengeluarkan percikan api.

Dalam video yang beredar luas, diduga ada enam pengunjung yang melakukan sesi pranikah. Mereka terlihat melakukan pembiaran, bahkan saat api sudah melahap lahan di lokasi tempat pemotretan mereka tampak tenang dan tidak melakukan upaya pemadaman.

Karena cuaca panas dan kondisi padang sabana yang kering kerontang, alhasil api cepat menjalar ke mana-mana. Kabar terkini menyebutkan padang sabana seluas 50 hektare di Bukit Teletubbies di wilayah Taman Nasional Bromo Tengger Semeru terbakar akibat ulah pengunjung yang tidak bertanggung jawab. Kawasan tersebut ditutup permanen dan warga sekitar yang hidup dari pariwisata dirugikan.

Matikan Mata Pencaharian Masyarakat  

Entah apa yang dirasakan pasangan calon pengantin tersebut. Menjelang hari bahagia, sesi foto pranikah yang seharusnya menjadi momen menyenangkan berubah menjadi bencana.

Insiden mengerikan tersebut terjadi pada Rabu, 6 September. Padahal saat itu kawasan wisata Bromo baru saja dibuka sehari setelah kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) yang berlangsung sejak akhir Agustus lalu berhasil dipadamkan.

Kini, kebakaran di wilayah tersebut berimbas pada ditutup totalnya jalur wisata di kawasan Gunung Bromo. Kalau sudah begini, yang paling dirugikan adalah masyarakat setempat yang menggantungkan hidup mereka dari sektor pariwisata di Gunung Bromo.

Ratusan unit kendaraan jip yang biasa mengantar wisatawan berkunjung harus menghentikan kegiatannya dan mengalami kerugian.

"Sejak penutupan akses wisatawan masuk kawasan padang savana, padang pasir, hingga ke kaldera Gunung Bromo diberlakukan, para pelaku usaha pariwisata khususnya jip mengalami kerugian hingga total ratusan juta rupiah. Seluruh unit kendaraan saat ini terpaksa diparkir di garasi," kata salah seorang pemilik usaha Jip, Muhammad Muksin, di Malang, Selasa, 12 September.

Dalam kondisi normal, para pelaku usaha pengantaran wisatawan ke Gunung Bromo bisa mengantungi pemasukan Rp800 ribu rupiah per satu kali keberangkatan. Belum lagi pemasukan dari paket open trip yang mencapai jutaan rupiah dalam satu kali keberangkatan.

Kerugian ekonomi juga dapat dilihat dari tiket masuk ke TBTS. Kepala Bagian Tata Usaha Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BB TBTS) Septi Eka Wardhani memberikan informasi terbaru terkait jumlah kunjungan sebelum penutupan.

Ratusan unit jip untuk mengantar wisatawan di kawasan Gunung Bromo menghentikan kegiatannya. (Unsplash/Waranont Joe)

“Selama periode 1 September hingga 6 September 2023, total kunjungan ke kawasan Wisata Alam Gunung Bromo mencapai 5.658 wisatawan. Dari jumlah tersebut, 5.233 adalah wisatawan domestik atau warga negara Indonesia, sementara 425 lainnya adalah wisatawan mancanegara,” ungkap Septi Eka.

Pada hari kerja, tiket masuk TBTS dikenakan tarif Rp19.000 untuk wisatawan domestik dan Rp210.000 untuk wisatawan asing. Merujuk pada jumlah kedatangan turis di periode 1 sampai 6 September, maka pendapatan yang disetorkan oleh pengelola Balai Besar TBTS mencapai Rp171.877.000.

Artinya, pendapatan per hari dari tiket kunjungan mencapai lebih dari Rp28 juta. Dengan penutupan selama enam hari sampai 12 September, potensi kerugian yang dialami oleh pengelola diperkirakan mencapai lebih dari Rp168 juta.

Selain dampak ekonomi, kebakaran di Gunung Bromo juga mengakibatkan setidaknya enam desa di Kecamatan Sukapura, Probolinggo, Jawa Timur, mengalami krisis air bersih. Ini terjadi lantaran sumber mata air Gunung Wantangan dan Bukit Savana Gunung Bromo rusak karena kebakaran hutan di kawasan Gunung Bromo sehingga mengakibatkan saluran air bersih terputus ke enam desa di Kecamatan Sukapura.

"Air bersih ini berasal dari beberapa sumber mata air. Salah satunya berasal dari Gunung Wantangan dan juga Bukit Savana Gunung Bromo. Adanya kebakaran ini, pipa yang terbuat dari PVC di kedua sumber ini rusak," kata Kepala Desa Jetak, Ngantoro.

Tak hanya dua masalah tadi, kebakaran hutan di kawasan Gunung Bromo juga memiliki dampak lingkungan yang serius. Karhutla dapat menyebabkan kerusakan lingkungan, termasuk menghilangnya habitat alami untuk flora dan fauna lokal.

Asap dari kebakaran juga dapat memperburuk kualitas udara, utamanya di musim panas seperti ini. Diprediksi akan butuh waktu cukup lama untuk merestorasi kembali kawasan Gunung Bromo yang rusak akibat kebakaran karena ulah manusia.

Menunggu Tersangka Lain

Setelah melakukan penyelidikan terhadap enam orang pengunjung, polisi akhirnya menetapkan manajer Wedding Organizer (WO), AWEW (42), sebagai tersangka. Kapolres Probolinggo AKBP Wisnu Wardana mengungkapkan soal peran tersangka yang merupakan manajer WO tersebut.

“Pertama, dia sebagai penanggung jawab wedding organizer, kedua dia sebagai penanggung jawab juga terkait perizinan untuk masuk di kawasan konservasi kawah Gunung Bromo,” kata Wisnu.

Meski sudah satu orang yang ditetapkan sebagai tersangka, banyak pihak yang menilai langkah Kepolisian belum tepat. Ini merujuk pada pasangan calon pengantin yang memegang flare saat pemotretan. Banyak pihak menganggap keduanya layak turut dijadikan tersangka, meski tidak ada niat membakar hutan dan lahan.

Pengamat hukum pidana Masykur Isnan menilai seharusnya perlu dikaji lebih lanjut apakah enam orang lain yang berstatus wajib lapor juga bisa menjadi tersangka.

“Kurang tepat jika hanya WO yang ditetapkan sebagai tersangka. Seharusnya ada delik penyertaan. Kasus ini seharusnya dikaji lebih jauh. Dari siapa inisiatif penggunaan flare tersebut. Terlalu buru-buru menyimpulkan hanya WO yang bertanggung jawab,” kata Masykur Isnan kepada VOI.

Pasangan calon pengantin yang melakukan sesi foto pranikah di Kawasan Gunung Bromo. (X/@infojateng)

Delik penyertaan (deelneming delichten) berarti turut sertanya seseorang atau lebih pada waktu seseorang lain melakukan tindakan pidana. Delik penyertaan diatur dalam Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP. Melihat video yang viral di media sosial adanya hukum pidana mengenai delik penyertaan sangat memungkinkan akan ada tersangka baru mengingat perkembangan penyidikan kasus masih terus dilakukan.

Bentuk delik penyertaan sendiri dibagi menjadi dua bagian. Pertama disebut pembuat yang terdiri dari pelaku (pleger), yang menyuruh melakukan (doenpleger), yang turut serta (madepleger) dan penganjur (uitlokker). Kedua adalah pembantu yang terdiri atas pembantu saat kejahatan dilakukan dan pembantu sebelum kejahatan dilakukan.

Tersangka dalam kasus kebakaran Gunung Bromo dibayangi hukuman pidana penjara maksimal 15 tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar jika terbukti secara sengaja melakukan kebakaran. Hal ini sesuai dengan Pasal 78 ayat (3) Jo. Pasal 50 ayat (3) huruf d UU No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Pembakaran hutan yang dilakukan dengan sengaja diancam pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Sementara itu, apabila pembakaran hutan dilakukan karena kealpaan, ancaman pidananya sesuai Pasal 78 ayat (4) Jo. Pasal 50 ayat (3) huruf d UU No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dengan ancaman pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).

Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Abdul Muhari mengatakan bahwa denda bagi pelaku karhutla di kawasan Gunung Bromo tidak sebanding dengan biaya operasional heli water bombing yang digunakan untuk memadamkan api.

“Saya cuma akan berbicara Rp1,5 miliar. Biaya operasional water bombing selama satu jam sudah lebih dari Rp200 juta dan belum tuntas saat ini, mungkin (masih) kurang. Seperti yang kita lihat di Gunung Arjuna saja operasi water bombing sudah lebih dari empat hari,” tutur Abdul, dikutip dari Antara.