Bagikan:

JAKARTA – Menjalankan ibadah puasa bisa jadi sangat menantang bagi penderita para penderita diabetes melitus, terutama anak dan remaja.

Puasa Ramadan adalah ibadah yang wajib dilaksanakan seluruh umat Muslim. Di momen ini, biasanya anak-anak yang sudah tamyiz (dapat membedakan baik dan buruk) namun belum balig mulai belajar mengikuti puasa Ramadan, selama dalam kondisi sehat.

Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Piprim Basarah Yanuarso mengatakan, melatih anak untuk berpuasa bisa dilakukan sejak usia dini, tetapi bukan berarti harus dipaksakan, terutama bagi anak penderita diabetes melitus.

“Pada anak yang sehat saja, puasa tidak bisa dipaksakan, apalagi pada anak dengan kondisi khusus, termasuk anak dengan diabetes melitus,” katanya.

Anak penderita diabetes melitus harus memperhatikan asupan makanan saat sahur dan berpuka selama puasa Ramadan. (Unsplash)

Pada anak dengan diabetes melitus, lebih banyak terjadi diabetes melitus tipe 1, tubuh anak tidak dapat memproduksi insulin secara alami sehingga membutuhkan suntikan insulin seumur hidup. Meski begitu, anak dengan diabetes melitus tetap bisa berpuasa dengan pemantauan dan pengawasan yang ketat.

“Berbagai upaya perlu diperhatikan supaya anak dengan kondisi khusus ini masih bisa berpuasa dengan aman dan nyaman sehingga bisa melaksanakan ibadah puasanya dengan baik hingga berbuka nanti,” ujar Piprim.

Kontrol Metabolik

Mengutip berbagai sumber, diabetes melitus atau yang lebih dikenal dengan sebutan kencing manis adalah penyakit kronis yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah. Penyakit ini terjadi ketika tubuh tidak dapat memproduksi insulin secara memadai atau tidak merespons insulin secara normal.

Diabetes melitus dapat menyebabkan komplikasi kesehatan yang fatal seperti penyakit jantung, gagal ginjal, kebutaan, amputasi, dan bahkan kematian. Direktur Eksekutif International Pediatric Association, Profesor Aman Pulungan mengungkapkan, di seluruh dunia diperkirakan ada 12 juta anak yang mengidap diabetes melitus tipe 1. Di Indonesia sendiri, berdasarkan data IDAI 2017-2019, terdapat 1.249 anak dengan diabetes melitus tipe 1.

Penderita diabetes melitus perlu memiliki pola makan yang baik dan konsisten, aktivitas gerak yang memadai (6 ribu sampai 10 ribu langkah per hari), tidur cukup, dan bebas stres.

Saat puasa, tubuh tidak mendapatkan asupan makanan selama kurang lebih 14 jam sehingga metabolisme tubuh akan lebih banyak menggunakan cadangan energi pada tubuh. Pada kondisi ini, glukosa pada tubuh akan menurun sehingga berisiko mengalami hipoglikemia, yaitu kondisi ketika kadar gula darah atau glukosa di bawah normal. Jika gula darah sangat rendah, kondisi ini bisa berbahaya bagi anak yang berpuasa.

Dokter spesialis anak konsultan endokrinologi RSUD R Saiful Anwar, Malang, Harjoeji Adji Tjahjono, mengatakan anak dan remaja dengan diabetes melitus tetap dapat menjalankan ibadah puasa.

Meski demikian, puasa harus dilakukan dengan memperhatikan beberapa hal, di antaranya melakukan kontrol metabolik hingga berada dalam pengawasan tim diabetes atau tenaga medis.

“Anak dan remaja dengan diabetes melitus dapat menjalankan ibadah puasa dengan dengan syarat kontrol metaboliknya harus bagus,” ujar Harjoedi yang juga merupakan anggota unit kerja koordinasi (UKK) endokrinologi IDAI dalam webinar yang digelar di Jakarta, Selasa (4/4/2025).

Pola Makan

Studi dari International Society for Pediatric and Adolescent Diabetes (ISPAD) menyebutkan bahwa sekitar 30-40 persen anak diabetes yang berpuasa berisiko mengalami hipoglikemia, terutama jika kadar gula darahnya tidak stabil.

Tanda bahaya akan muncul jika kadar gula darah kurang dari 70 miligram per desiliter. Pada usia sekolah, kadar gula darah yang ideal berkisar 80-120 mg/dL saat berpuasa dan 80-160 mg/dL dua jam setelah makan.

Itulah sebabnya, kata Harjoedi, pemantauan gula darah harus dilakukan secara rutin dan berkala. Pemeriksaan bisa dilakukan setidaknya menjelang berbuka puasa, menjelang sahur, saat tengah hari menjelang zuhur, serta kapan pun ketika muncul tanda hipoglikemia.

“Penting untuk diperhatikan agar batalkan puasa jika gula darah kurang dari 70 miligram per desiliter atau lebih dari 300 miligram per desiliter atau lebih dari 250 mg/dL dengan keton darah positif. Risiko bisa terjadi sehingga perlu pemantauan glukosa secara rutin,” kata Harjoedi.

Menjalani ibadah puasa Ramadan adalah sebuah tantangan bagi anak penderita diabetes melitus. (Unsplash)

Selain pemantauan gula darah secara rutin, pemberian insulin yang tepat dan pemilihan makanan saat sahur dan berbuka juga perlu diperhatikan supaya puasa anak dapat berjalan aman dan lancar.

Memakan makanan kaya karbodirat dalam jumlah besar sebaiknya dihindari saat berbuka puasa. Sementara saat sahur sebaiknya pilih makanan yang mengandung karbohidrat kompleks.

Makanan dengan kandungan karbohidrat kompleks lebih lambat untuk dicerna tubuh serta relatif tidak menyebabkan lonjakan gula darah. Pastikan pula makanan yang dikonsumsi seimbang, yaitu mengandung sayuran, protein hewani dan nabati, karbohidrat kompleks, dan buah-buahan.

Saat berbuka, hindari makanan yang terlalu manis. Pilih makanan dengan kandungan gula alami, seperti buah-buahan, jus buah, atau kurma. Pembagian porsi makan saat puasa pun perlu diatur dengan baik.