Bagikan:

JAKARTA – Maraknya penyewa iPhone menjelang Idulfitri, menjadi bukti bahwa banyak individu tampil hanya untuk memenuhi ekspektasi sosial, meski itu di luar kemampuan finansial.

Menjelang Lebaran, hampir semua pusat perbelanjaan ramai oleh pembeli. Biasanya, mereka belanja keperluan untuk Hari Raya Idulfitri.

Mulai dari bahan makanan, hingga pakaian untuk dikenakan saat Lebaran.

Tapi tidak hanya penjual pakaian maupun makanan yang ramai pembeli, jasa penyewaan iPhone juga ternyata kecipratan rezeki di momen menjelang Lebaran.

Hal ini dirasakan sejumlah pemilik layanan penyewaan gadget. Telepon genggam dengan jenama iPhone disebut sebagai yang paling laku disewa saat menjelang Idulfitri.

Jasa rental iPhone mengalami lonjakan selama Ramadan dan Idulfitri. (Unsplash)

Toko Aceng Production di Kabupaten Bogor, misalnya, mengaku mendapatkan omzet puluhan juta rupiah selama Ramadan 2025 dari hasil penyewaan iPhone.

 "Pasarnya lebih banyak XR. Karena mungkin murah, sudah gitu kameranya sudah bagus juga," ucar Fauzi alias Aceng, pemilik toko Aceng Production, dikutip Kompas.

Harga sewa iPhone yang ditawarkan memang cukup terjangkau mulai dari Rp100.000 per 24 jam, sampai Rp550.000 untuk tipe termahal, yaitu iPhone 15 Pro Max. 

Representasi Status Sosial

Ponsel iPhone memang termasuk salah satu merek yang digandrungi banyak orang dari berbagai kalangan karena kualitasnya dinilai lebih baik dibandingkan jenama lain, terutama perihal kameranya.

Karena harganya yang mahal, rental iPhone bisa menjadi solusi bagi mereka yang ingin menjajal fitur-fitur ponsel ini.

Karena itu, bisnis rental iPhone semakin berkembang belakangan ini apalagi menjelang Lebaran. Beberapa tipe seperti iPhone XR, 11 Pro, 13, dan 15 termasuk favorit para penyewa.

Di momen Ramadan dan Lebaran ini, fenomena sewa iPhone menjadi sorotan di media sosial. Pasalnya banyak orang menyewa iPhone untuk meningkatkan citra diri saat menghadiri acara buka bersama atau silaturahmi.

Melihat fenomena tren sewa iPhone ini, Sosiolog Universitas Sebelas Maret (UNS) Drajat Tri Kartono angkat bicara. Menurutnya, tren ini menjelaskan apa yang disebut kebutuhan simbolik.

Ia mengatakan, teknologi selain memiliki nilai guna seperti alat komunikasi, juga memiliki nilai simbolik sebagai representasi status sosial.

Bagi sebagian orang, iPhone bisa menunjukkan identitas sebagai bagian dari kelas sosial yang lebih tinggi, meskipun mereka tidak mampu membelinya secara langsung.

Karena itulah menurut Drajat, tren sewa iPhone selama Lebaran dapat dijelaskan dari sisi simbolik teknologi tersebut. Penggunaan fungsi simbolik dari teknologi ini bisa menjadi masalah.

"Yang menjadi masalah adalah ketika tidak punya uang, tetapi saya ingin diakui sebagai kelas atas. Dengan begitu, hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan akan pengakuan lebih besar dari kebutuhan teknologi," kata Drajat, mengutip Kompas.

Fenomena Hiperrealitas

Sementara itu Dosen Sosiologi Antropologi UNS Nurhadi menjelaskan tren sewa iPhone adalah fenomena hiperrealitas jika dilihat dari tujuan orang yang menyewa.

Secara sederhana, fenomena hiperrealitas adalah realitas yang dilebih-lebihkan sehingga membuat masyarakat melihat fantasi secara kabur atau tidak jelas.

"Ada kalanya orang tidak percaya diri dengan realitas yang dimiliki. Sehingga perlu menambah realitas yang dimiliki dengan berbagai macam citra atau kemasan," kata Nurhadi.

"Demikian itu akan memunculkan kesan bahwa yang bersangkutan memiliki sesuatu yang membedakan dirinya dengan orang lain," imbuhnya.

Lebih lanjut Nurhadi menjelaskan tiga motif orang menyewa iPhone dalam sudut pandang hiperrealitas.

Silaturahmi Lebaran sering menjadi ajang menunjukkan status sosial. (Unsplash)

Motif petama, karena tidak percaya diri dengan realitas yang dimiliki. Realitas di sini maksudnya sebagai kondisi diri yang sebenarnya dan apa yang dimiliki.

Motif kedua, karena merasa perlu mengabadikan momen secara lebih bagus dari tampak aslinya. Ini karena kamera iPhone disebut-sebut oleh masyarakat memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan merek lainnya.

Terakhir, motif ketiga, sewa iPhone dilakukan untuk meningkatkan portofolio. Contohnya adalah pedagang online yang menggunakan iPhone untuk memotret produk penjualan supaya hasilnya lebih indah.

Bermain dengan Dunia Fantasi

Dari tren sewa iPhone ini, Nurhadi menjelaskan bahwa fenomena hiperrealitas di masyarakat modern ditandai dengan masyarakat yang bermain-main dengan dunia fantasi.

“Hiperrealis seperti tren sewa iPhone untuk menunjukkan status diri memiliki dampak jangka panjang,” kata Nurhadi. 

Secara psikologis hal ini tidak bagus karena bisa membuat orang sampai ke titik tidak menyukai dan mempertanyakan diri sendiri.

Selain itu, orang juga jadi menghabiskan uang untuk sesuatu yang tidak dibutuhkan, dan hanya memenuhi kebutuhan untuk mendapat pengakuan.

"Orang yang sudah kenal juga jadi mencibir karena tahu kenyataan tidak sesuai. Selain itu, bagi penjual yang mengemas produk di media sosial jauh dari aslinya, akan menimbulkan ketidakpercayaan pelanggan," ujar Nurhadi menjelaskan.