Ekonom: Indonesia Baik-baik Saja, Pertumbuhan Ekonomi 5,4 Persen
Ilustrasi (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Indonesia dihadapkan pada ketidakpastian global dan dinamika resesi global.

Meski dinamika resesi global sudah mengemuka di Tanah Air, namun ekonomi nasional mampu unjuk gigi.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekonomi Indonesia triwulan II–2022 terhadap triwulan II–2021 tumbuh sebesar 5,44 persen year on year (yoy).

Bank Indonesia (BI) merespons peningkatan ini ditopang oleh permintaan domestik yang meningkat, terutama konsumsi rumah tangga, dan peningkatan kinerja eskpor.

Ekonom CORE Indonesia, Piter Abdullah Redjalam mengatakan, bahwa Indonesia mampu menghadapi badai dinamika resesi.

Ia menganalisis perekonomian nasional relatif aman dan sedang menuju masa pemulihan pascapandemi.

"Masa depan ekonomi global memang sedang gelap, akibat ketidakpastian. Tetapi, kondisi Indonesia sebenarnya dapat dikatakan baik-baik saja. Dengan pertumbuhan 5,44 persen, kita sedang dalam proses pemulihan ekonomi, menuju perbaikan. Setidaknya kita lebih baik dari Malaysia dan Singapura” ujarnya dalam diskusi di Jakarta, Selasa, 22 Agustus.

Meski Indonesia kuat terhadap kondisi ekonomi global saat ini, Wealth Advisory Head Bank UOB Indonesia, Diendy Liu menyarankan agar setiap individu waspada dengan cara mengelola keuangan dengan baik.

Sebab, menurutnya, salah satu cara agar publik tidak terkena dampak yang signifikan akibat tekanan ekonomi ialah dengan melakukan perencanaan keuangan yang baik di tengah situasi ketidakpastian ekonomi.

“Kita harus mengukur daya beli kita sebagai individu. Kita harus mulai pilah-pilah apa saja yang mau kita konsumsi. Ada yang disebut dengan penghasilan bersih setelah kita membayar pajak. Dari sana kita bisa mengalokasikan untuk kebutuhan pokok kita, antara sandang, pangan, papan, termasuk cicilan," bebernya.

Untuk masuk dalam kategori individu yang kuat menahan tekanan dinamika ekonomi saat ini, maka menurut Diendy Liu, perencanaan keuangan dan membangun portofolio keuangan menjadi kuncinya.

Ia menambahkan, publik mesti mengetahui pula instrumen keuangan berdasarkan ragam pilihan yang aman demi menghindari dampak dari ketidakstabilan ekonomi yang dapat mengganggu ketahanan ekonomi individu.

Selain dengan menguatkan perencanaan keuangan, Head of Investment and Insurance DANA, Ivan Kusuma memberikan pilihan kepada publik dalam menguatkan ketahanan keuangannya dengan melakukan investasi melalui fintech yang telah resmi terdaftar di regulator.

Sebab, menurutnya, peran fintech diera saat ini sangat signifikan dalam membantu masyarakat, terutama dalam sektor investasi.

"Berdasarkan survei, Indonesia merupakan pengguna smartphone tertinggi nomor 4 di dunia. Dari sini kita bisa mengerti betapa pentingnya fintech yang umumnya ditawarkan melalui smartphone. Fintech selain mempermudah, juga secara biaya dapat lebih murah, karena pihak yang terkait lebih sedikit. Kedua, fintech lebih banyak pilihan sebagai aplikasi investasi,” ujarnya.

Bahkan, kata Ivan, Bank Indonesia telah mendukung perkembangan teknologi digital.

"BI saja mendukung perkembangan teknologi digital. Ini tergambar pada per 1 Juli 2022, BI itu meningkatkan batas uang elektronik bulanan dari yang sebelumnya hanya Rp10 juta, kini menjadi Rp20 juta. Itu untuk registered user. Jadi dapat dikatakan bahwa fintech sangat berkembang dari sisi transaksi, volume, bahkan dari sisi regulator pun mendukung", tambahnya.

Praktisi Keuangan dan Investasi Benny Sufami menambahkan, kondisi ekonomi yang saat ini tidak stabil seharusnya dapat dimanfaatkan oleh publik agar lebih efisien dan efektif dalam mengelola keuangannya sehingga dapat menahan tekanan ekonomi yang dapat hadir sewaktu-waktu.

“Saya juga menekankan bahwa publik harus memahami literasi investasi. Sebab di tengah ketidakpastian saat ini, bisa saja krisis ekonomi hadir kembali. Namun jika kita semua dapat mengelola keuangan dengan baik, maka dampak buruk ketidakstabilan ekonomi tidak terlalu berpengaruh signifikan,” pungkasnya.