Respons Pengusaha soal Rencana Pengenaan Cukai Plastik dan MBDK: Pemerintah Kurang Tepat
Ketua Umum Gabungan Produsen Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S Lukman. (Foto: Rifai, DI: Raga/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Ketua Umum Gabungan Produsen Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S Lukman menyebut, rencana pengenaan cukai produk plastik dan minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) kurang tepat.

"Kami perlu jelaskan kepada pemerintah bahwa bukan cara yang tepat untuk mengenakan cukai itu karena banyak cara lain yang sesuai tujuan," kata Adhi kepada wartawan ditemui di Gedung Kemenperin, Jakarta, Senin, 3 April.

Adhi mengatakan, pungutan cukai tersebut dapat memberikan efek kurang baik bagi industri makanan, mengingat sektor tersebut masih belum stabil hingga saat ini.

"Saya kira, ya, sekarang ini industri (makanan) masih belum stabil, karena bahan baku masih tinggi harganya, sementara harga jual kami tidak bisa naik terlalu tinggi," ujar dia.

"(Dengan adanya pungutan cukai) nantinya akan sangat berat lagi, bisa tinggi sekali," tambah Adhi

Lebih lanjut, kata Adhi, pihaknya pernah melakukan simulasi terkait hal tersebut dan hasilnya memang tidak menguntungkan para asosiasi pengusaha.

"Waktu itu kami masih simulasi dan belum fix karena pemerintah juga belum memberikan angka pasti. Kami akan jelaskan bahwa itu tidak tepat," pungkasnya.

Sekadar informasi, Pemerintah Indonesia berencana mengenakan pungutan cukai produk plastik dan minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) pada 2023.

Rencana itu bahkan tertuang dalam APBN 2023 dengan menargetkan pendapatan dari cukai produk plastik dan minuman berpemanis sebesar Rp4,06 triliun.

Pungutan cukai baru itu telah direstui Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 130 Tahun 2022 tentang Rincian APBN Tahun Anggaran 2023. Beleid ini diteken Jokowi pada 30 November 2022 lalu.