Kemenkeu Sebut Aturan Baru Pajak Emas Dukung Ekosistem Pelaku Usaha
Ilustrasi (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melakukan pengaturan ulang pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas penjualan/penyerahan emas dan jasa terkait penjualan/penyerahan atas emas perhiasan, emas batangan, perhiasan yang bahan seluruhnya bukan emas, batu permata dan/atau batu lainnya yang sejenis.

Selain itu juga jasa yang terkait dengan emas perhiasan, emas batangan, perhiasan yang bahan seluruhnya bukan emas, dan/atau batu permata dan/atau batu lainnya yang sejenis, yang dilakukan oleh pabrikan dan pedagang emas perhiasan serta pengusaha emas batangan.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) Dwi Astuti menjelaskan pengaturan ulang ini bertujuan untuk memberikan kemudahan, kepastian hukum, kesederhanaan, serta penurunan tarif.

“Penurunan tarif dimaksudkan sebagai alat untuk mendorong semua pelaku usaha industri emas perhiasan masuk dalam sistem sehingga tercipta level playing field di semua lapisan ekosistem industri emas perhiasan,” ujarnya dalam pernyataan pers dikutip Rabu, 3 Mei.

Menurut Dwi, mekanisme baru pengenaan pajak atas emas dan jasa, diantaranya Pengusaha Kena Pajak (PKP) pabrikan emas perhiasan wajib memungut PPN dengan besaran tertentu sebesar 1,1 persen dari harga jual untuk penyerahan kepada pabrikan emas perhiasan lainnya.

Kemudian, pedagang emas perhiasan atau 1,65 persen dari harga jual untuk penyerahan kepada konsumen akhir, serta wajib memungut PPN dengan besaran tertentu sebesar 1,1 persen dari harga jual dalam hal PKP memiliki faktur pajak/dokumen tertentu lengkap atas perolehan/impor emas perhiasan, atau 1,65 persen dari harga jual dalam hal tidak memilikinya.

Dwi menjelaskan, khusus penyerahan oleh PKP pedagang emas perhiasan kepada pabrikan emas perhiasan, besaran tertentu ditetapkan sebesar 0 persen dari harga jual.

Disebutkan bahwa tarif tersebut turun jika dibandingkan pengaturan sebelumnya dalam PMK-30/PMK.03/2014, dimana PKP Pabrikan dan PKP pedagang emas perhiasan terutang PPN sebesar 10 persen dikali dasar pengenaan pajak berupa nilai lain sebesar 20 persen dari harga jual atau penggantian (tarif efektifnya 2 persen dari harga jual atau penggantian).

“Di sisi lain, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), emas batangan untuk kepentingan cadangan devisa negara tidak dikenai PPN. Sedangkan emas batangan selain untuk kepentingan cadangan devisa negara diberikan fasilitas PPN tidak dipungut dalam hal memenuhi kriteria sebagaimana diatur dalam PP49/2022,” tuturnya.

Dwi menambahkan, pengusaha emas batangan juga wajib memungut PPh Pasal 22 sebesar 0,25 persen dari harga jual, kecuali penjualan emas batangan kepada konsumen akhir, WP yang dikenai PPh final cfm. PP-55/2022 (eks PP-23/2018), WP yang memiliki SKB pemungutan PPh, Bank Indonesia, atau penjualan melalui pasar fisik emas digital sesuai ketentuan mengenai perdagangan berjangka komoditi.

“PPh Pasal 22 tersebut bersifat tidak final dan dapat diperhitungkan sebagai pembayaran PPh dalam tahun berjalan. Tarif PPh Pasal 22 ini terhitung turun jika dibandingkan pengaturan sebelumnya dalam PMK34/PMK.010/2017, dimana sebelumnya, dipungut PPh Pasal 22 sebesar 0,45 persen dari harga jual,” katanya.

Namun, sambung Dwi, pendekatan pengaturan baru ini tidak hanya memperhatikan dari sisi emas perhiasan saja, tetapi juga memperhatikan dari sisi Pengusaha Emas Perhiasan. Oleh karena itu, apabila PKP Pabrikan dan PKP Pedagang Emas Perhiasan juga menjual perhiasan yang bahan seluruhnya bukan dari emas dan/atau batu permata dan/atau batu lainnya yang sejenis, kini perlakuan PPN-nya sama dengan emas perhiasan.

Dwi mengungkapkan, PKP pabrikan dan PKP pedagang emas perhiasan wajib memungut PPN dengan besaran tertentu sebesar 1,1 persen dari harga jual. Selain itu, sama seperti pengusaha emas batangan, pabrikan dan pedagang emas perhiasan juga wajib memungut PPh Pasal 22 sebesar 0,25 persen dari harga jual, kecuali penjualan kepada konsumen akhir, WP yang dikenai PPh final cfm.

“PP-55/2022 (eks PP-23/2018), atau WP yang memiliki SKB pemungutan PPh. PPh Pasal 22 tersebut bersifat tidak final dan dapat diperhitungkan sebagai pembayaran PPh dalam tahun berjalan,” imbuhnya.

Selain itu, PKP pabrikan dan PKP pedagang emas perhiasan wajib memungut PPN dengan besaran tertentu sebesar 1,1 persen dari penggantian atas penyerahan jasa yang terkait dengan emas perhiasan, emas batangan, perhiasan yang bahan seluruhnya bukan dari emas, dan/atau batu permata dan/atau batu lainnya yang sejenis.

Selain itu, atas imbalan jasa tersebut, dipotong PPh Pasal 21 atau PPh Pasal 23 sesuai ketentuan umum oleh pihak yang membayarkan imbalan jasa, kecuali WP penerima imbalan merupakan WP yang dikenai PPh final cfm. PP-55/2022 (eks PP-23/2018), dan WP yang memiliki SKB pemotongan PPh.