JAKARTA - Ikan asin adalah makanan yang telah lama dikenal di Indonesia, sering disantap dengan nasi panas dan sambal sebagai lauk pendamping yang nikmat. Namun, belakangan ini media sosial khususnya platform X, tengah dihebohkan kabar konsumsi ikan asin dapat menyebabkan kanker nasofaring.
Banyak pasien kanker nasofaring di beberapa rumah sakit diketahui memiliki kebiasaan mengonsumsi ikan asin. Lantas apakah benar mengonsumsi ikan asin, terutama jika dikombinasikan dengan nasi panas, bisa memicu risiko kanker nasofaring?
Ikan asin jika dikonsumsi dengan nasi putih memang bisa menyebabkan kanker nasofaring. Penyebabnya terletak pada kandungan nitrosamine yang ada dalam ikan asin dan bagaimana proses pengonsumsian makanan ini bisa meningkatkan potensi terjadinya kanker.
Nitrosamine adalah senyawa kimia yang terbentuk ketika bahan makanan, seperti ikan asin yang melalui proses pengawetan atau pengolahan, terpapar suhu panas atau proses memasak yang tidak tepat. Dalam ikan asin, nitrosamine bisa terbentuk dari bahan pengawet dan zat tambahan lainnya yang digunakan dalam proses pengasinan.
Ketika ikan asin dikonsumsi bersama dengan nasi panas, uap panas dari nasi akan membawa nitrosamine yang terdapat pada ikan asin. Uap ini dapat masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan, terlebih lagi, uap panas yang naik dari nasi bisa langsung mengarah ke tenggorokan, esofagus, bahkan lambung. Paparan nitrosamine pada area-area tersebut berisiko menyebabkan perubahan pada sel-sel yang berpotensi berkembang menjadi kanker, salah satunya kanker nasofaring.
"Karena biasanya kita makan ikan asin dengan nasi yang panas-panas. Jadi nitrosamine pada ikan asin akan terbawa uap nasi panas yang biasa kena esofagus, dinding tenggorokan, bahkan lambung," ujar dr. Ema Surya Pertiwi, dokter umum sekaligus influencer, dikutip VOI dari kanal YouTube dr.Emasuperr pada Sabtu, 22 Februari.
BACA JUGA:
Ini adalah alasan mengapa kombinasi antara ikan asin dan nasi panas harus diwaspadai, terutama dalam konsumsi yang berlebihan.
Paparan terhadap nitrosamine dalam ikan asin akan semakin berbahaya jika dikombinasikan dengan kebiasaan merokok. Merokok sendiri mengandung nitrosamine, yang jika terhirup bisa langsung memasuki tubuh dan memperburuk efek paparan nitrosamine dari makanan. Uap dari rokok juga bisa masuk ke dalam nasofaring dan memperburuk potensi terjadinya kanker nasofaring.
"Apalagi makan ikan asin dikombinasikan dengan merokok. Merokok juga mengandung nitrosamine, uapnya bisa masuk ke nasofaring dan adanya infeksi epstein bare virus, dimana virus ini bisa menular dengan air liur dengan gejala demam, sakit tenggorokan, radang kelenjar getah bening di leher, itulah memicu kanker nasofaring," tutur dr. Ema.
Tak hanya itu, faktor risiko lainnya yang harus diwaspadai adalah adanya infeksi Epstein-Barr virus (EBV). Virus ini, yang umumnya menular melalui air liur, dapat menyebabkan gejala seperti demam, sakit tenggorokan, dan pembengkakan kelenjar getah bening di leher. Infeksi ini juga berperan dalam memicu berkembangnya kanker nasofaring. Oleh karena itu, mengonsumsi ikan asin dalam keadaan tubuh yang sudah terinfeksi EBV bisa sangat berbahaya dan meningkatkan risiko kanker nasofaring.
Dr. Ema Surya Pertiwi menekankan bahwa bagi mereka yang terinfeksi EBV, sangat disarankan untuk menghindari konsumsi ikan asin.
"Jadi teman-teman ada infeksi Epstein-Barr virus, maka sangat-sangat tidak disarankan mengonsumsi ikan asin. Supaya mengurangi risiko terjadinya kanker nasofaring," tuturnya.
Selain faktor nitrosamine, ada ancaman lain yang mengintai dalam konsumsi ikan asin, yaitu penggunaan bahan pengawet berbahaya seperti formalin. Formalin seringkali digunakan oleh pedagang nakal untuk menjaga kesegaran ikan asin dan mencegah pembusukan yang terlalu cepat. Namun, penggunaan formalin dalam ikan asin sangat berbahaya bagi kesehatan, terutama jika dikonsumsi dalam jangka panjang.
"Biasanya banyak pedagang nakal memberikan zat pengawet atau bahan formalin supaya ikan asin tidak gampang busuk. Formalin ini bisa meningkatkan risiko penyakit berbahaya," ucap Dr. Ema.
Untuk mengetahui apakah ikan asin mengandung formalin atau tidak, ada beberapa ciri yang bisa diperhatikan. Ikan asin yang mengandung formalin umumnya akan bertahan lebih dari satu bulan tanpa rusak pada suhu normal, tampak lebih bersih dan cerah, tidak memiliki bau khas ikan asin, teksturnya keras, bagian dalamnya basah, dan lalat tidak tertarik. Selain itu, bau ikan asin yang mengandung formalin akan terasa netral atau tidak khas.
Tentu saja, bukan berarti ikan asin harus sepenuhnya dihindari. Ikan asin masih bisa menjadi pilihan lauk yang lezat dan bergizi jika dikonsumsi dengan bijak. Dr. Ema Surya Pertiwi memberikan saran yang bijak mengenai konsumsi ikan asin.
"Boleh (makan ikan asin) asal jangan sering-sering. Makan 2 minggu atau 1 bulan sekali itu masih dianggap wajar dan normal untuk tubuh. Namun, jika mengonsumsi ikan asin lebih dari 3 kali seminggu, maka itu meningkatkan kanker nasofaring." ujarnya.
Mengonsumsi ikan asin dalam jumlah yang wajar dan tidak berlebihan adalah kunci untuk mengurangi risiko kanker nasofaring dan penyakit berbahaya lainnya. Jangan lupa juga untuk selalu memastikan bahwa ikan asin yang Anda konsumsi berasal dari sumber yang terpercaya dan tidak mengandung bahan pengawet berbahaya.