Bagikan:

JAKARTA - Obesitas bukan hanya menganggu penampilan, tetapi juga menjadi masalah kesehatan yang serius. Obesitas bukan hanya sekadar masalah berat badan yang berlebih.

Penyakit ini merupakan kondisi kompleks yang berkaitan dengan berbagai faktor risiko kesehatan, termasuk tekanan darah tinggi, gangguan metabolisme lemak, hingga penyakit jantung dan diabetes.

Dr. Siti Nadia Tarmizi, M. Epid, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan RI, menegaskan bahwa obesitas adalah masalah serius yang berkembang perlahan dan memiliki dampak luas bagi kesehatan masyarakat.

Hal ini diungkapkan Siti Nadia dalam acara 'Pahami Bahan Tambahan Pangan yang Aman Pada Makanan Kemasan untuk Cegah Obesitas' yang diselenggarakan oleh Nutri Food bersama Kementerian Kesehatan RI dan BPOM.

"Sebenarnya bukan banyak lemak, tetapi faktor risiko. Selain gendut, obesitas juga bisa mengintai berbagai penyakit. Bukan menular, tetapi dia terkait dengan pertahanan tubuh," ungkap Dr. Nadia, saat ditemui di kawasan Melawai, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan pada Selasa, 4 Maret 2025.

Ini berarti obesitas bukanlah penyakit yang dapat menyebar dari satu individu ke individu lainnya seperti infeksi, tetapi lebih dipengaruhi oleh gaya hidup dan lingkungan.

Perilaku makan yang tidak sehat, kurangnya aktivitas fisik, serta faktor lingkungan yang mendukung konsumsi makanan cepat saji berkontribusi besar terhadap meningkatnya angka obesitas.

"Perilaku dan lingkungan dapat menyebabkan obesitas, hipertensi, serta gangguan metabolisme lemak," lanjutnya.

Kondisi ini diperparah dengan tingginya kadar kolesterol dalam tubuh yang semakin meningkatkan risiko penyakit kronis.

"Sekarang kolesterol tinggi menjadi suatu permasalahan luar biasa," tambahnya.

Bagaimana cara seseorang mengontrol konsumsi gula, garam, dan lemak sangat menentukan risiko obesitas dan penyakit metabolik lainnya.

"Apalagi bagi mereka yang sudah mengalami obesitas. Pada tahun 2025, diperkirakan angka obesitas semakin meningkat dan menjadi gambaran seperti di Amerika, di mana banyak orang mengalami obesitas akibat konsumsi makanan cepat saji yang berlebihan," kata Dr. Nadia.

Sebaliknya, pola makan sehat seperti di Jepang dan Korea yang lebih mengutamakan makanan segar dan bergizi memiliki dampak positif pada tingkat obesitas yang lebih rendah. Namun, tren pola makan ini juga mulai berubah seiring perkembangan zaman.

"Sekarang tren Gen Z di Korea sudah tidak obesitas. Dulu orang Korea yang obesitas jarang terlihat, tetapi sekarang mulai terjadi pergeseran," tambahnya.

Pergeseran pola makan ini beriringan dengan perubahan tren penyakit di dunia. Sebelumnya, stroke selalu menjadi penyebab kematian nomor satu, diikuti oleh penyakit jantung.

Kini, penyakit menular seperti tuberkulosis (TBC) mulai digantikan oleh diabetes sebagai salah satu penyebab utama kematian. Obesitas bukan hanya sekadar kelebihan berat badan, tetapi juga faktor risiko berbagai penyakit berbahaya.

"Jika kita melihat faktor risiko, obesitas berkontribusi terhadap 3,4 juta kematian setiap tahun. Penyakit jantung menduduki peringkat kedua karena tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol, merokok, gangguan fungsi ginjal, kadar lemak yang tinggi, serta obesitas itu sendiri," jelas Dr. Nadia.

Lebih mengkhawatirkan lagi, prevalensi obesitas terus meningkat dengan cepat. Bahkan, meskipun Indonesia masih menghadapi permasalahan stunting (kekurangan gizi kronis), jumlah anak-anak yang mengalami obesitas juga semakin bertambah.

"Satu dari lima anak mengalami obesitas. Tren prevalensinya naik 2,5 persen, sementara dari 2007 hingga 2013, angka obesitas meningkat tiga kali lipat," ujarnya.

Dampak obesitas pada anak-anak pun sangat serius. Jika tidak ditangani dengan baik, anak yang mengalami obesitas saat ini berisiko mengalami stroke, gagal jantung, dan penyakit jantung koroner dalam 23 tahun ke depan.

Selain itu, obesitas juga dapat menyebabkan gangguan kesuburan, seperti kelainan pada saluran reproduksi yang bisa menghambat kehamilan.

"Ini karena lemak disimpan di kulit. Jika sudah penuh, maka akan berpindah ke organ hati, sehingga kadar lemak dalam tubuh menjadi sangat tinggi," tambah Dr. Nadia.

Pencegahan obesitas tidak hanya bergantung pada pengobatan medis, tetapi juga pada perubahan gaya hidup yang lebih sehat.

"Obesitas dapat dicegah dengan mempertahankan pola hidup sehat dan mengontrol faktor risiko seperti hipertensi," kata Dr. Nadia.

Salah satu langkah penting dalam pencegahan obesitas dan penyakit terkait adalah membatasi konsumsi gula, garam, dan lemak. Sayangnya, masih banyak masyarakat yang kurang sadar akan pentingnya pola makan sehat.

"Sebanyak 40 persen orang baru mengetahui bahwa mereka memiliki penyakit tidak menular setelah kondisi mereka sudah cukup parah." ungkapnya.

Pola makan sehat yang seimbang, rutin berolahraga, serta menghindari kebiasaan merokok adalah kunci utama dalam mencegah obesitas dan penyakit kronis lainnya.