SURABAYA - Berada di lingkungan kerja toksik tidak hanya berdampak pada karier, namun juga pada kesehatan mental. Bahkan, penelitian mengungkap bahwa lingkungan kerja toksik jadi alasan utama karyawan keluar dari pekerjaan di masa pandemi.
Budaya kerja toksik oleh para peneliti didefinisikan sebagai lingkungan yang memiliki perilaku tidak etis, karyawan merasa tidak dihargai akan kinerja, dan terjadi perundungan.
BACA JUGA:
Lingkungan kerja toksik juga bisa membuat Anda makin merasa buruk setiap harinya. Saat itulah Anda pergi bekerja setiap hari dipenuhi dengan ketakutan tentang berurusan dengan rekan kerja yang suka meremehkan dan menikam dari belakang.
Menghindari Lingkungan Kerja Toksik
Demi ketentraman hidup diri sendiri, lingkungan kerja toksik harus dihindari dengan cara apa pun. Tetapi apakah mungkin menghindari lingkungan kerja ini sebelum Anda dipekerjakan? Ya, mungkin saja.
Anda dapat melihat sinyal adanya toxic people dalam lingkungan kerja selama wawancara kerja. Inilah yang harus diwaspadai, melansir Huffpost, Rabu, 9 Februari.
1. Lihat dari Pewawancara
Pewawancara menjelek-jelekkan orang di posisi Anda sebelumnya atau orang-orang yang akan bekerja dengan Anda.
Bagaimana seseorang memperlakukan orang lain ketika mereka tidak berada di ruangan menunjukkan banyak hal tentang bagaimana mereka suatu hari nanti memperlakukan Anda. Salah satu cara untuk mengetahui apakah ini bisa menjadi masalah adalah dengan menanyakan apa yang terjadi pada orang yang sebelumnya memegang pekerjaan Anda.
Menurut Donna Ballman, seorang pengacara ketenagakerjaan yang berbasis di Florida dan penulis buku ‘Stand Up For Yourself Without Getting Fired: Resolve Workplace Crises Before You Quit, Get Axed or Sue the Bastards’, menjelaskan “Jika mereka menjelek-jelekkan karyawan, maka ini bisa jadi pertanda buruk. Jika Anda posisi baru Anda sebagai supervisor, cari tahu berapa banyak pekerja yang ada di tim, bagaimana kinerja mereka, dan ajukan pertanyaan tentang tugas mereka.
Jika mereka menjelek-jelekkan tim Anda, maka sebaiknya segera urungkan niat untuk melanjutkan pekerjaan.”
2. Cek Keterbukaan Komunikasi
Manajer perekrutan tidak ingin Anda berbicara dengan orang lain dalam tim. Dalam lingkungan kerja yang sehat, karyawan bebas untuk jujur tentang bagaimana rasanya bekerja di sana. Tetapi dalam lingkungan kerja toksik, bos dengan ketat mengontrol cara karyawan berkomunikasi, bahkan kepada calon karyawan baru.
Jika manajer perekrutan ragu-ragu atau tidak mau menghubungkan Anda dengan orang lain di tim tempat Anda bekerja, itu menandakan tempat kerja yang penuh dengan toksik, kata Laura Gallaher, psikolog organisasi di perusahaan konsultan Gallaher Edge.
"Ini adalah tanda bahwa mereka tidak mempercayai karyawan mereka, yang dapat menciptakan lingkungan kerja yang melelahkan," kata Gallaher. “Jika para pemimpin tidak memercayai orang-orangnya, mereka cenderung mengatur karyawan, membuat kebijakan yang kaku, dan membatasi masukan.”
Gallaher mengatakan itu juga dapat menunjukkan bahwa ada dinamika kekuasaan yang tidak sehat antara manajer dan karyawan lainnya.
"Jika mereka menganggap seluruh proses wawancara sebagai jalan satu arah - 'Saya merekrut, jadi saya memiliki semua suara di sini' - mereka akan berperilaku serupa dalam dinamika pemimpin-pegawai," katanya. "Di tempat kerja yang sehat, 'karena saya bos' bukanlah ungkapan yang digunakan."
3. Manajer Tak Mau Mengakui Keburukan
Pewawancara menolak untuk mengakui kekurangan perusahaan. Tidak ada pekerjaan yang sempurna. Tetapi di lingkungan kerja toksik, para manajer tidak mau mengakui kekurangan apapun dalam perusahaan mereka. Jika pewawancara Anda tidak mau jujur tentang kelemahan tim atau organisasi, itu adalah tanda bahaya, kata Gallaher.
“Tempat kerja sehat memiliki keamanan psikologis yang cukup sehingga tidak apa-apa untuk berlaku jujur. Jika para pemimpin memberi kesan 'sempurna' pada semua hal, itu menciptakan keyakinan bahwa orang lain dimaksudkan untuk melakukan hal yang sama," ucap Gallaher.
“Kemudian orang-orang mulai menyembunyikan kesalahan, berpura-pura memahami sesuatu padahal sebenarnya tidak, dan menyalahkan orang lain ketika ada yang salah. Perilaku toksik ini akan menguras kehidupan dan energi orang-orang,” tutup Gallaher.
4. Amati Perjanjian Kerja
Perekrut tidak memberikan kontrak kerja saat diminta. Wawancara kerja adalah saat yang ditunggu untuk mendapatkan kejelasan tentang harapan pekerjaan. Jika manajer perekrutan atau perekrut menolak menjawab pertanyaan tentang perjanjian kerja, ini merupakan tanda bahaya. Menurut Ballman, calon pekerja perlu bertanya selama proses wawancara terkait penandatangan perjanjian kerja di awal.
“Jika mereka mengatakan ya, mintalah salinannya sehingga Anda dapat meninjau sebelum tanda tangan. Jika mereka menolak, mereka mungkin menyembunyikan sesuatu” kata Ballman.
5. Suasana Hati Pekerja Lain
Setiap pekerja memiliki suasana hati yang buruk. Salah satu petunjuk yang lebih halus dari lingkungan kerja toksik adalah suasana kerja. Ballman merekomendasikan untuk mengamati dengan cermat bagaimana para karyawan berinteraksi satu sama lain.
“Bagaimana Anda disambut? Apakah orang-orang yang bekerja di sana terlihat bahagia? Atau apakah mereka menghindari kontak mata dengan Anda? Apakah ada yang berteriak? Apakah orang-orang mengobrol di ruang istirahat, atau mereka bergegas masuk dan keluar dengan cepat?” Tutur Gallaher. “Suasana di sana dapat memberi Anda petunjuk tentang tempat kerja.”
Membuang waktu dan energi untuk wawancara yang pada akhirnya tidak mengarah ke pekerjaan baru memang menyakitkan. Tetapi lebih baik mengikuti naluri dan tinggalkan pekerjaan itu daripada terjebak dalam lingkungan kerja toksik yang perlahan menguras ketentraman serta kebahagiaan hidup.
Artikel ini telah tayang dengan judul 5 Tanda Lingkungan Kerja Toksik yang Bisa Diketahui saat Interview.
Selain terkait lingkungan kerja toksik, dapatkan informasi dan berita nasional maupun internasional lainnya melalui VOI.