6 Kekhawatiran yang Dirasakan Pasangan saat Berhubungan Seksual
Ilustrasi kekhawatiran yang dirasakan pasangan saat berhubungan seksual (Freepik)

Bagikan:

YOGYAKARTA – Banyak kekhawatiran terkait hubungan seksual pada pasangan yang berkomitmen jangka panjang. Namun tidak banyak terapis, pendidik seks, dan psikolog yang memberikan pelatihan mengenai masalah seksual secara umum. Sehingga banyak kekhawatiran yang tak terjawab. Menurut terapis seks dan psikoterapis berlisensi, Marty Klein, Ph.D., berikut enam kekhawatiran pasangan saat berhubungan seksual.

1. Khawatir tidak normal dan berfantasi itu buruk

Kebanyakan orang tidak menyadari bahwa memiliki fantasi itu umum dan normal, terutama fantasi berkaitan dengan seksual. Tetapi sangat sedikit yang berfantasi tentang pasangannya. Namun menurut Klein, selama fantasi seksual didasari persetujuan dan tidak menimbulkan konsekuensi serius, tidak bersifat tabu dan normal.

2. Cemas perubahan seksual seiring bertambahnya usia

Budaya terobsesi dengan kaum muda, jadi tidak mengherankan jika masyarakat menganggap setiap perubahan yang berkaitan denga usia dinilai buruk. Jika kita bisa mengakui perubahan seksual yang berkaitan dengan usia, dibarengi pikiran jernih, dikelola secara tepat, maka kecemasan bisa diatasi. Misalnya jika membutuhkan waktu lebih lama untuk terangsang, bisa mengeksplorasi dan mengalokasikan waktu lebih untuk aktivitas intim bersama pasangan.

kekhawatiran yang dirasakan pasangan saat berhubungan seksual
Ilustrasi kekhawatiran yang dirasakan pasangan saat berhubungan seksual (Freepik)

3. Merasa tidak cocok secara seksual meski didasari cinta

Stereotip kadang menyebabkan kekhawatiran terkait performa dalam hubungan seksual dengan pasangan. Kadang orang mengira hasrat seksual pria lebih rendah daripada wanita. Mengingat stereotip ini membuat cemas, lebih baik mencari informasi yang valid. Seperti yang disampaikan Klein dilansir Psychology Today, 30 Agustus, bahwa libido setiap orang bervariasi tergantung suasana hati, kebersihan pribadi, keadaan hubungan, dan siklus bulanan pada wanita. Jadi, lebih baik mengevaluasi kondisi biologis, psikologis, dan situasi tertentu daripada mencemaskan hal berdasarkan stereotip.

4. Hubungan seksual terasa monoton

Pertanyaan seperti “bagaimana cara agar pasanganku menyentuh dengan cara berbeda”, “mengapa pasanganku tidak merespons rangsangan”, dan lainnya perlu mendapatkan jawaban. Kekhawatiran tersebut bisa diselesaikan dengan mengenal preferensi satu sama lain. Dengan begitu akan mengetahui apa yang disukai, apa yang perlu dieksplorasi, dan bagaimana meningkatkan performa agar mencapai kesenangan yang variatif. Nah, agar tidak monoton, pasangan perlu saling terbuka tentang kebutuhan seksual satu sama lain.

kekhawatiran yang dirasakan pasangan saat berhubungan seksual
Ilustrasi kekhawatiran yang dirasakan pasangan saat berhubungan seksual (Freepik)

5. Berkecil hati saat mengalami disfungsi seksual

Setiap orang memiliki kondisi tubuh tertentu. Untuk menginginkan dan merespons secara seksual, mereka perlu menyesuaikan dengan kondisi tubuhnya. Misalnya, orang yang sehat pun tidak akan terangsang kalau mereka marah, terluka, atau takut. Artinya, Klein meluruskan definisi disfungsi, yang ialah efek samping pengobatan atau suatu kondisi kesehatan. Ia menyarankan untuk pasangan berdiskusi tentang kekhawatiran berkaitan dengan disfungsi seksual dan kehidupan seksual secara keseluruhan.

6. Takut pasangan selingkuh

Klein menangani kasus selingkuh dan perselingkuhan setiap minggu. Banyak faktor yang menyebabkan atau mendorong ketakutan terhadap perselingkuhan. Karena curiga dan akhirnya membuat pasangannya tak nyaman, atau karena kelamin pendek atau kecil, hingga akhirnya tidak melakukan hubungan seks. Ini tidak berarti tidak memiliki kasih sayang, tetapi kewaspadaan berlebih bisa membentang jarak dua orang yang berkomitmen untuk berpasangan.

Mencoba melewati tipisnya kepercayaan, curiga selingkuh, atau nyata selingkuh, tidak membatasi seseorang untuk berkembang. Jadi, dampak krisis yang memengaruhi kehidupan seksual ini perlu diatasi misalnya dengan konsultasi dengan terapis profesional, psikoterapis, dan psikolog yang membantu pasangan berdialog secara terbuka.