Sejarah Perkembangan Ushul Fiqh: dari Masa Nabi hingga Tabiin
Ilustrasi fiqih (Unsplash)

Bagikan:

YOGYAKARTA – Sejarah perkembangan ushul fiqh dimulai sejak lama. Ilmu tersebut penting untuk dipelajari karena berkaitan dengan tata cara ibadah bagi umat Islam. Artikel ini akan mencoba menjelaskan sejarah ushul fiqh untuk menambah pengetahuan.

Sejarah Perkembangan Ushul Fiqh

Dalam buku Ushul Fiqh yang ditulis oleh Suwarjin, MA (2012) dijelaskan bahwa ushul fiqh adalah kata majemuk yang terbentuk dari dua kata yakni Ushul dan Fiqh. Kata Ushul diartikan sebagai pondasi, sedangkan Fiqh diartikan sebagai pemahaman yang mendalam yang memerlukan pengerahan akal dan pikiran.

Dalam webiste resmi UIN Sumatera Utara Medan dikatakan bahwa ushul fiqh adalah ilmu yang mengkaji dalil fiqh berupa kaidah untuk tahu cara penggunaan, mengetahui keadaan orang yang menggunakan (muttahid) demi bertujuan untuk mengeluarkan perbuatan (hukum amali) dari dalil secara rinci dan jelas.

Serupa, dalam artikel yang berjudul Sejarah Perkembangan Ilmu Ushul Fiqih yang ditayangkan dalam webiste NU Online, dikatakan bahwa Imam Abdul Mu’ali al-Juwaini (w. 1085 M), guru besar Madrasah Nizamiyyah dalam Al-Waraqat (yang disyarahi Imam al-Mahalli) menjelaskan definisi ushul fiqh.

Ia menjelaskan bahwa ushul fiqh adalah dalil fiqih global yang menunjukkan hukum wajib dan larangan (an-nahyu) menunjukkan hukum haram. Selain itu membahas pula hujah seperti perilaku Nabi Muhammad saw, konsensus ulama (‘ijma), analogi (qiyas), istihsan, dan lain sebagainya.”

Dalam bukunya, Suwarjin (2012) membagi sejarah perkembangan ushul fiqh menjadi tiga masa yakni pada masa Nabi, pada masa Sahabat, dan masa Tabiin.

  1. Ushul Fiqh di Masa Nabi

Ilmu ushul fiqh sudah dimulai sejak masa Nabi. Bisa dikatakan bahwa di masa tersebut benih ilmu ushul fiqh sudah mulai tumbuh dan berkembang. Hal tersebut tercermin dari beberapa kasus misalnya saat Umar Ibn Al-Khatthab yang kala itu mendatangi Rasulullah SAW yang bertanya tentang hukum mencium istri saat siang hari di bulan Ramadan.

Saat itu dikatakan bahwa Nabi tak secara langsung menjawab pertanyaan tersebut dengan batal maupun tidak batal. Namun Nabi mengqiyaskan perilaku tersebut dengan hukum berkumur yang tidak membatalkan puasa. Dalam perkembangannya, penetapan hukum tersebut dikenal dengan sebuta qiyaas yakni salah satu metode ijtihad yang dikenal dalam ushul fiqh.

Selain itu ada pula sebuah peristiwa yang akhirnya melahirkan pemahaman yang berbeda. Misalnya ada kelompok yang memahami perintah Nabi secara kontekstual dan memahami secara tekstual atas perkataan Nabi. Selain itu di masa Nabi juga dikenal hirarki sumber hukum Islam yakni Alquran, Sunnah, dan Ijtihad.

  1. Ushul Fiqh di Masa Sahabat

Benih ilmu ushul fiqh semakin berkembang di masa Sahabat. Wafatnya Rasulullah cukup berimbas, di sisi lain persoalan yang membutuhkan penetapan status dalam agama Islam perlu ditetapkan. Di sisi lain Sahabat tidak bisa bertanya kepada Rasulullah lagi.

Karena kondisi tersebut para Sahabat harus terus memberikan jawaban untuk menjawab kasus tersebut. Dari sini kegiatan ijtihad terus dilakukan.

Perlu diketahui secara sederhana ijtihad adalah suatu upaya penggunaan akal pikiran untuk merumuskan kemudian menetapkan hukum tentang suatu perkara dalam kehidupan yang kepastian hukumnya tak ditemukan dalam Alquran dan Sunnah.

Di masa Sahabat, ijtihad dilakukan berdasarkan pengalaman yang mereka alami serta saksikan secara langsung tentang bagaimana Nabi Muhammad menyelesaikan kasus baru yang dihadapi.

  1. Ushul Fiqh di Masa Tabiin

Tabiin adalah sebutan bagi umat Islam yang hidup di masa Nabi Muhammad masih hidup atau setelah Nabi wafat. Bisa dikatakan orang-orang tabiin cenderung masih berusia muda saat Sahabat Nabi masih hidup.

Di masa ini hukum makin luas karena kehidupan makin berkembang. Generasi ini mewarisi pengetahuan istinbath hukum dari generasi sebelumnya.

Itulah informasi terkait sejarah perkembangan ushul fiqh. Kunjungi VOI.id untuk mendapatkan informasi menarik lainnya.