Sebanyak 24 Bank Sentral Diprediksi Akan Miliki Mata Uang Digital pada Akhir Dekade
Mata Uang Digital Bank Sentral (CBDC) baru akan muncul di sektor ritel, (foto: dok. pexels)

Bagikan:

JAKARTA - Bank Sentral International (BIS) menemukan dalam survei yang diterbitkan pada Senin 10 Juli, bahwa sekitar dua puluh empat bank sentral di negara berkembang dan maju diperkirakan akan memiliki mata uang digital beredar pada akhir dekade ini.

Bank sentral di seluruh dunia telah mempelajari dan bekerja pada versi digital dari mata uang mereka untuk penggunaan ritel, agar tidak meninggalkan pembayaran digital kepada sektor swasta dalam tenggat waktu yang semakin cepat berkurangnya penggunaan uang tunai. Beberapa juga sedang mempertimbangkan versi grosir untuk transaksi antara lembaga keuangan.

Sebagian besar Mata Uang Digital Bank Sentral (CBDC) baru akan muncul di sektor ritel, di mana sebelas bank sentral dapat bergabung dengan rekan-rekan mereka di Bahama, Karibia Timur, Jamaika, dan Nigeria yang sudah menjalankan mata uang digital ritel secara langsung, menurut survei BIS terhadap 86 bank sentral yang dilakukan pada akhir 2022.

Di sisi grosir, yang di masa depan dapat memungkinkan lembaga keuangan untuk mengakses fungsionalitas baru berkat tokenisasi, sembilan bank sentral dapat meluncurkan CBDC, kata BIS.

"Meningkatkan pembayaran lintas batas adalah salah satu faktor utama dari kerja bank sentral dalam CBDC grosir," tulis para penulis laporan tersebut, dikutip Reuters.

Bank Sentral Swiss mengumumkan pada akhir Juni bahwa mereka akan mengeluarkan CBDC grosir di bursa digital Swiss sebagai bagian dari uji coba, sementara Bank Sentral Eropa berencana untuk memulai uji coba euro digitalnya sebelum kemungkinan diluncurkan pada tahun 2028. Uji coba di China saat ini melibatkan 260 juta orang, dan dua ekonomi besar lainnya, India dan Brasil, berencana meluncurkan mata uang digital pada tahun depan.

BIS juga mengatakan bahwa jumlah bank sentral dalam surveinya yang terlibat dalam bentuk CBDC meningkat menjadi 93%, dengan 60% mengatakan munculnya stablecoin dan aset kripto lainnya telah mempercepat pekerjaan mereka.

Dalam 18 bulan terakhir, pasar kripto mengalami kekacauan, termasuk kegagalan TerraUSD, stablecoin tanpa jaminan pada Mei 2022, kejatuhan bursa kripto FTX pada November, dan kebangkrutan bank seperti Silicon Valley Bank dan Signature Bank yang melayani penyedia kripto.

Meskipun perkembangan ini tidak memiliki dampak besar pada pasar keuangan tradisional, hal tersebut menyebabkan penjualan massal dalam berbagai aset kripto.

Hampir 40% responden menunjukkan bahwa bank sentral mereka atau lembaga lain di yurisdiksinya baru-baru ini melakukan studi tentang penggunaan stablecoin dan aset kripto lainnya di kalangan konsumen atau bisnis, temuan survei tersebut menunjukkan.

"Jika digunakan secara luas untuk pembayaran, aset kripto termasuk stablecoin dapat menjadi ancaman terhadap stabilitas keuangan," kata laporan BIS tersebut.