Kekejaman Rezim Militer Myanmar: Anak Bawah Umur Dipukul, Ditikam, Bahkan Dicabut Kuku Jari dan Giginya
Ilustrasi unjuk rasa anti-kudeta militer Myanmar. (Wikimedia Commons/Maung Sun)

Bagikan:

SURABAYA - Sejak adanya kudeta di Myanmar, anak-anak jadi korban kekejaman rezim militer. Bahkan jumlah korban anak-anak mencapai puluhan jiwa. Pakar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga membocorkan kekejaman rezim militer Myanmar terhadap anak-anak.

Kekejaman Rezim Militer Myanmar

Kekejaman kepada anak berupa pemukulan dan penikaman. Tak sampai situ, kuku jari atau gigi sang anak dicabut selama proses interogasi. Beberapa orang juga dipaksa untuk menjalani eksekusi, menurut laporan dari pelapor khusus PBB untuk hak asasi manusia di Myanmar, Tom Andrews.

Dari pihak rezim militer Myanmar sendiri membantah kekejaman yang mereka lakukan. Mereka bahkan berulang kali memarahi PBB dan negara-negara Barat agar tak ikut campur.

Kekejaman pada Anak

Berdasarkan kontribusi dari badan-badan PBB, kelompok-kelompok kemanusiaan dan hak asasi manusia serta organisasi masyarakat sipil, laporan itu mengatakan 250.000 anak-anak mengungsi karena pertempuran, dan setidaknya 382 tewas atau cacat, termasuk oleh serangan udara atau artileri berat.

"Serangan tanpa henti junta terhadap anak-anak menggarisbawahi kebobrokan dan kesediaan para jenderal, untuk menimbulkan penderitaan besar pada korban yang tidak bersalah, dalam upayanya untuk menundukkan rakyat," kata Andrews dalam sebuah pernyataan, dikutip dari Reuters 15 Juni.

"Serangan junta terhadap anak-anak merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang," tegasnya.

Kekacauan Militer

Myanmar berada dalam kekacauan sejak militer merebut kekuasaan awal tahun lalu dan melancarkan tindakan keras terhadap lawan-lawannya, yang memicu reaksi keras oleh kelompok-kelompok perlawanan yang baru dibentuk.

PBB telah menerima informasi tentang 142 anak-anak yang disiksa oleh tentara, polisi dan milisi pro-tentara, ungkap laporan Andrews, sementara ada laporan anekdot tentang peningkatan perekrutan pekerja anak, termasuk oleh pejuang anti-junta.

Desakan Bantuan Kemanusiaan

Andrews menambahkan, dunia harus mengambil tindakan terkoordinasi untuk mengisolasi junta secara finansial dan berkomitmen untuk "peningkatan dramatis" dalam bantuan kemanusiaan.

Dia mengatakan, anggota PBB "harus menanggapi krisis di Myanmar dengan urgensi yang sama seperti mereka menanggapi krisis di Ukraina."