Hidup Sederhana Justru Bisa Jadi Bukti Kesejahteraan Hidup, Begini Penjelasannya
Ilustrasi kesejahteraan hidup (Foto Dok. Antara)

Bagikan:

SURABAYA - Orang boleh kaya raya, namun itu bukan patokan kesejahteraan dalam hidup sejati. Justru hidup sederhana jadi tolak ukurnya. Lantas, apa yang jadi patokan terkait kesejahteraan hidup jika bukan kecukupan materi? Apakah kesehatan mental?

Penelitian Kesejahteraan Hidup

Dilansir Psychology Today, menurut penelitian dalam satu dekade terakhir, Amerika Serikat mengalami kenaikan produk domestik bruto tiga kali lipat, tingkat depresi masyarakatnya meningkat sepuluh kali lipat. 

Hasil penelitian tentu cukup mengejutkan. Namun yang lebih mengagetkan lagi ternyata di beberapa negara Amerika Latin, tingkat kekayaan materi relatif rendah tetapi kesejahteraan masyarakatnya tinggi.

Kesejahteraan Rendah

Menurut Steve Taylor, Ph.D., dosen senior psikologi di Leeds Beckett University, orang dengan pandangan hidup materialis tinggi cenderung memiliki tingkat kesejahteraan yang lebih rendah.

Sebaliknya orang yang dengan sukarela hidup sederhana dengan harta yang minimal justru memiliki tingkat kesejahteraan lebih tinggi. Analogi yang bisa mengelaborasi perbedaan tersebut, ketika membeli barang memberikan kebahagiaan dengan cepat, maka keinginan untuk belanja akan lebih besar. Dengan begitu nilai kebahagiaan materi akan semakin berkurang.

Uang dan Kebutuhan Dasar

Dalam kondisi tertentu, uang dapat menghasilkan kesejahteraan terutama untuk memenuhi kebutuhan dasar. Apabila kebutuhan dasar tidak terpenuhi, Anda mungkin terus-menerus mengkhawatirkan situasi keuangan.

Taylor memberikan analogi lagi, pengejaran kebahagiaan materialistis seperti makan ketika sudah kenyang. Anda bisa makan apa yang disukai, tetapi tidak akan memuaskan bahkan hanya akan merasa kembung dan mual.

Manusia Makhluk yang Berpindah

Para ekonom kerap menunjukkan bahwa membeli, memiliki, dan menginginkan barang lebih dan lebih adalah aluri manusia. Tetapi jika ditelisik sejarah spesies manusia, sebenarnya ini tidak masuk akal.

Karena selama 95 persen waktu, manusia hidup sebagai pemburu dan pengumpul. Kalau hidup semi berpindah-pindah, termasuk dalam sejarah manusia, mengumpulkan harta tidak masuk akal karena akan membebani.

Poin yang sedang Taylor utarakan ialah semakin banyak energi dan perhatian yang difokuskan pada kebahagiaan sesaat, justru tak membuat sejahtera. Karena semakin terobsesi dengan kesenangan singkat mereka justru mengabaikan harmoni batin.