SURABAYA – Emosi termasuk perasaan marah perlu dikontrol agar tidak meledak atau bersifat destruktif. Berbagai cara untuk mengontrolnya, dari kacamata psikologi, misalnya dengan menjalani step yang diarahkan oleh terapis.
Tetapi bagaimana jika emosi dipendam, disembunyikan, atau tidak diungkapkan? Dari ulasan Leon F. Seltzer, Ph.D., dilansir Psychology Today, Senin, 13 September, kemarahan menurut Freud ialah mekanisme pertahanan untuk melindungi diri dari kecemasan ketika ego seseorang dikepung.
BACA JUGA:
Pada satu sisi, kemarahan dianggap sebagai melengkapi fungsi psikologis. Terlebih melindungi emosi lain yang jauh lebih menyedihkan. Dalam penelusuran klinis Seltzer, kemarahan hampir tidak pernah menjadi emosi utama.
Bahkan ketika secara spontan kemarahan meledak, selalu ada perasaan lain yang membuatnya muncul. Perasaan lain tersebut ditunggangi kemarahan untuk dilepaskan atau dikendalikan. Seltzer mencontohkan ketika berkendara di jalan raya, tanpa ada tanda mobil depan potong jalan dan spontan kita mengumpat bahkan marah.
Memahami Perasaan Marah
Ketika ditelusuri lebih lanjut, Seltzer menemukan rasa marah merupakan kamuflase dari emosi ketakutan mengalami celaka.
Merunut ilustrasi di atas, kata Seltzer, sejumlah besar dinamika internal dari kemarahan ketika disadari bisa ditutupi, dipadamkan, bahkan digantikan dengan kemarahan sekunder. Tetapi ini justru menandai kerapuhan diri.
Ini berarti bahwa kemarahan sebagai pertahanan diri sebagai neurokimia yang mampu menenangkan diri. Tetapi, yang jadi problematis adalah bagaimana merilis atau melepaskan rasa marah tanpa merusak.
Temuan Seltzer, orang-orang pemarah yang pernah menjadi kliennya mengalami defisit citra diri. Banyak yang sukses dalam karirnya, tetapi lemah dalam hubungan asmara sebab kemarahan menjadi pemicu hubungan yang tidak harmonis.
Penelitian yang dilakukan Steven Stosny tahun 2015 dalam Treating Attachment Abuse, juga menemukan hormon baik, norepinefrin, yang dilepaskan otak ketika marah. Seltzer sendiri pada akhirnya memandang bahwa kemarahan adalah pedang bermata dua. Satu sisi merusak hubungan tetapi penting untuk dilepaskan.
Saran Seltzer, menenangkan diri ketika terancam paling relevan jika dilakukan. Artinya apabila pasangan menyembunyikan rasa marahnya, berilah waktu untuknya menenangkan diri.
Lebih lanjut lagi, apabila sehat secara psikologis seseorang mengenal kemampuan diri untuk memvalidasi dirinya sendiri. Misalnya, dengan mengakui hal apa yang kurang sehingga rasa bersalah, malu, dan frustasi tidak berwajah dua menjadi kemarahan yang destruktif.
Artikel ini telah tayang dengan judul Problematis! Pasangan Sering Sembunyikan Rasa Marah, Pahami Alasannya Menurut Ahli.
Selain terkait perasaan marah, dapatkan informasi dan berita nasional maupun internasional lainnya melalui VOI.