Penyebab Suhu Udara Panas Akhir-akhir Ini, BMKG Sebut Alasan Perubahan Iklim Tak Sepenuhnya Benar
Petugas Stasiun Klimatologi BMKG Kelas II Tangsel mengamati suhu udara dengan Sangkar Meteorologi di Taman Alat Stasiun Klimatologi BMKG Pondok Betung (ANTARA FOTO-MUHAMMAD IQBAL).

Bagikan:

SURABAYA - Akhir-akhir ini masyarakat merasakan suhu panas, terutama di siang hari. Lalu, apa penyebab suhu udara panas di beberapa wilayah di Indonesia?

Penyebab Suhu Udara Panas

Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menjelaskan bahwa suhu udara panas dipengaruhi oleh faktor klimatologis dan diamplifikasi dinamika atmosfer skala regional dan skala meso.

Pelaksana tugas Deputi Klimatologi BMKG, Urip Haryoko mengatakan bahwa dari pengukuran suhu permukaan dari 92 Stasiun BMKG dalam 40 tahun terakhir memperlihatkan bahwa peningkatan suhu permukaan punya laju yang bervariasi.

Tren Kenaikan Suhu

Tren kenaikan suhu permukaan secara umum terjadi di wilayah Indonesia bagian barat dan tengah. Pulau Sumatera bagian timur, Pulau Jawa bagian utara, Kalimantan dan Sulawesi bagian utara mengalami tren kenaikan lebih dari 0.3 per dekade.

Laju peningkatan suhu permukaan tertinggi diketahui terjadi di Stasiun Meteorologi Temindung, Kalimantan Timur (0.95 per dekade), sedangkan laju terendah terdapat di Stasiun Meteorologi Sultan Muhammad Salahuddin, Bima (0.01 per dekade).

Suhu udara permukaan di wilayah Jakarta dan sekitarnya meningkat dengan laju 0.40 - 0.47 per dekade.

"Dari analisis ini nyatalah bahwa kejadian suhu udara panas kali ini memang dipengaruhi oleh faktor klimatologis yang diamplifikasi oleh dinamika atmosfer skala regional dan skala meso, inilah yang menyebabkan udara terkesan menjadi lebih 'sumuk' dan menimbulkan pertanyaan, bahkan keresahan (selain kegerahan) publik," ujar Urip dilansir Antara, Selasa, 17 Mei.

Alasan Perubahan Iklim

Urip mengatakan kejadian suhu harian yang tinggi di Indonesia sering dikaitkan sebagai akibat perubahan iklim. Pernyataan tersebut tidak salah meskipun juga tidak dapat dibenarkan sepenuhnya.

Dalam setiap satuan kejadian cuaca, tidak dapat diatribusikan secara langsung ke pemanasan global atau perubahan iklim. Perubahan iklim harus dibaca dari rentetan data iklim yang panjang, tidak hanya dari satu kejadian.

Namun, tren kejadian suhu panas dapat dikaji dalam series data yang panjang, apakah terjadi perubahan polanya, baik magnitudo panasnya maupun keseringan kejadiannya.

BMKG meyakinkan bahwa kondisi ini bukan termasuk kondisi ekstrem yang membahayakan seperti gelombang panas heatwave, meskipun masyarakat tetap diimbau untuk menghindari kondisi dehidrasi dan tetap menjaga kesehatan.