Melihat COVID-19 Varian Delta di Israel: Warga Belajar Hidup dengan Virus
Ilustrasi kondisi COVID-19 di Israel. (Wikimedia Commons/Gady Munz Pikiwiki Israel)

Bagikan:

SURABAYA – Empat minggu lalu, Israel merayakan kembalinya kehidupan normal dalam pertempurannya melawan COVID-19. Kecepatan upaya vaksinasi yang mampu menurunkan kasus infeksi dan kematian akibat COVID-19, membuat masker dilepas dan tidak ada lagi penerapan jarak sosial.  

Belakangan, muncul COVID-19 varian Delta yang lebih menular dan menimbulkan lonjakan kasus infeksi baru, memaksa PM Naftali Bennett menerapkan kembali beberapa pembatasan COVID-19, serta menata ulang kebijakan yang diambil. 

COVID-19 Varian Delta di Israel Memaksa Israel Hidup dengan Virus

Israel pun memilih kebijakan warganya belajar hidup dengan virus, melibatkan sedikit mungkin pembatasan, menghindari penguncian keempat yang dapat membahayakan ekonomi negara. 

Di bawah apa yang dia sebut kebijakan "penindasan lunak", pemerintah ingin orang Israel belajar hidup dengan virus - melibatkan pembatasan sesedikit mungkin dan menghindari penguncian nasional keempat yang dapat membahayakan ekonomi lebih lanjut.

Karena sebagian besar orang Israel dalam kelompok berisiko sekarang telah menerima vaksin COVID-19, PM Bennett mengandalkan lebih sedikit orang daripada sebelum jatuh sakit parah ketika infeksi meningkat.

"Menerapkan strategi akan memerlukan pengambilan risiko tertentu tetapi dalam pertimbangan keseluruhan, termasuk faktor ekonomi, ini adalah keseimbangan yang diperlukan," kata Bennett pekan lalu, mengutip Reuters Selasa 13 Juli. 

Indikator utama yang memandu langkah ini adalah jumlah kasus COVID-19 yang parah di rumah sakit, di mana saat ini ada sekitar 45. Implementasi akan memerlukan pemantauan infeksi, mendorong vaksinasi, tes cepat, dan kampanye informasi tentang masker wajah.

Strategi tersebut telah menarik perbandingan dengan rencana pemerintah Inggris untuk membuka kembali ekonomi Inggris dari penguncian, meskipun Israel sedang dalam proses memulihkan beberapa pembatasan, sementara London mencabut pembatasan.

Pembatasan yang telah dipulihkan termasuk wajib memakai masker wajah di dalam ruangan dan karantina untuk semua orang yang tiba di Israel. Strategi Bennett, seperti yang dilakukan pemerintah Inggris, telah dipertanyakan oleh beberapa ilmuwan.

Langkah Penanganan COVID-19 Varian Delta di Israel

Kepala Kesehatan Masyarakat pada Kementerian Kesehatan Israel Sharon Alroy-Preis, mengatakan kepada Kan Radio pada Hari Minggu lalu Kementerian Kesehatan Israel menganjurkan lebih banyak dorongan untuk membendung infeksi. 

"Mungkin tidak akan ada peningkatan besar pada orang yang sakit parah, tetapi harga dari membuat kesalahan seperti itu adalah yang mengkhawatirkan kami," katanya.

Tetapi, banyak ilmuwan lain yang mendukung.

"Saya sangat mendukung pendekatan Israel," kata Nadav Davidovitch, direktur sekolah kesehatan masyarakat di Universitas Ben Gurion Israel, menggambarkannya sebagai 'jalan emas' antara pelonggaran pembatasan Inggris dan negara-negara seperti Australia yang mengambil tindakan lebih tegas.

Israel terakhi melakukan penguncian pada Desember tahun lalu, sekitar seminggu setelah dimulainya salah satu program vaksinasi tercepat di dunia.

Sementara, saat ini infeksi baru harian COVID-19 mencapai sekitar 450 kasus. Varian Delta, yang pertama kali diidentifikasi di India, sekarang mencakup sekitar 90 persen kasus.

"Kami memperkirakan, kami tidak akan mencapai gelombang tinggi kasus parah seperti pada gelombang sebelumnya," kata Direktur Jenderal Kementerian Kesehatan Nachman Ash, pekan lalu. 

"Tetapi, jika kita melihat bahwa jumlah dan peningkatan kasus parah membahayakan sistem (kesehatan), maka kita harus mengambil langkah lebih lanjut," paparnya. 

Terpisah, Ran Balicer, ketua panel ahli pemerintah tentang COVID-19, mengatakan Israel rata-rata memiliki sekitar lima kasus virus yang parah dan satu kematian per hari dalam seminggu terakhir, setelah dua minggu tanpa kematian terkait COVID-19.

Memperhatikan dampak varian Delta, dia mengatakan panel menyarankan agar berhati-hati atas penghapusan pembatasan.

"Kami tidak memiliki cukup data dari wabah lokal kami untuk dapat memprediksi dengan akurat apa yang akan terjadi jika kami melepaskannya," tukas Balicer.

COVID-19 Varian Delta di Israel Memaksa Ada Vaksinasi ke Tiga

Sementara itu, hingga saat ini baru sekitar 60 persen dari 9,3 juta penduduk Israel telah menerima satu dosis vaksin COVID-19 lansiran Pfizer. Pada Hari Minggu, pemerintah mulai menawarkan suntikan ketiga kepada orang-orang dengan sistem kekebalan yang terganggu.

Beberapa penelitian menunjukkan, meskipun tinggi, efektivitas vaksin Pfizer terhadap varian Delta lebih rendah dibandingkan dengan jenis virus corona lainnya. Ini yang membuat Pfizer tengah mengajukan suntikan dosis ketiga kepada regulator Amerika Serikat (FDA) dan Eropa (EMA) enam bulan setelah vaksinasi untuk mencegah peningkatan risiko infeksi.

Otoritas Israel tidak terburu-buru untuk menyetujui dosis penguat, dengan menyebut belum ada data menunjukkan dosis tersebut diperlukan. Selain itu, otoritas juga mempertimbangkan untuk mengizinkan anak-anak di bawah 12 tahuun untuk menerima vaksin berdasarkan kasus per kasus, jika kondisi kesehatannya memerlukan vaksin.

Untuk diketahui, sebelum ada varian Delta, Israel telah memperkirakan 75 persen dari populasi perlu divaksinasi untuk mencapai kekebalan kelompok, untuk menghentikan penyebaran penyakit. Estimasi ambang batas sekarang adalah 80 persen. 

"Virus tidak akan berhenti. Itu berkembang, itu sifatnya. Tapi sifat kita adalah untuk bertahan hidup," kata Dr Gadi Segal, kepala bangsal virus corona di Sheba Medical Center dekat Tel Aviv.

Artikel ini telah tayang dengan judul Ada Varian Delta, Israel Ubah Strategi Hidup dengan COVID-19.

Selain terkait COVID-19 varian delta di Israel, dapatkan informasi dan berita nasional maupun internasional lainnya melalui VOI.