Mendapat Banyak Protes, Menteri Bahlil Beberkan Alasan Pembangunan Smelter Freeport di Gresik
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia (Era.id)

Bagikan:

SURABAYA - Pembangunan smelter Freeport di Gresik, Jawa Timur menuai protes hingga kini. Tidak hanya dari dalam Papua, kritikan juga datang dari luar Papua. Sebenarnya, apa alasan pembangunan smelter Freeport di Gresik dan bukan di Papua?

Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengaku adanya protes tersebut. Ia menceritakan adanya protes yang diterima karena membangun pabrik pemurnian dan pengolahan hasil tambang (smelter) PT Freeport Indonesia di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Gresik, Jawa Timur.

Protes di Balik Pembangunan Smelter Freeport di Gresik

Menurut pengakuannya, protes datang dari berbagai kalangan di Papua baik dari pengusaha, organisasi kepemudaan, masyarakat adat, hingga intelektual. Mereka mempertanyakan mengapa smelter tak dibangun di Papua.

"Saya mengikuti betul tentang dinamika yang terjadi di Papua dan Papua Barat, khususnya terkait dengan aspirasi yang disampaikan oleh saudara-saudara saya baik itu Kadin, asosiasi, organisasi kepemudaan, adat, bahkan sebagian dari kelompok intelektual itu menyampaikan saran kenapa smelter dibangun di Gresik," ujarnya dalam konferensi pers paparan realisasi investasi di Jakarta, Rabu (27/10/2021).

Selain protes, Bahlil yang besar di Papua juga dianggap lupa dengan daerah asalnya.

"Saya banyak mendapat protes, surat banyak sekali bahkan ada yang katakan kepada saya, 'Kakak, seperti kakak bukan dari Papua saja'," ungkap Bahlil Lahadalia

Alasan Pembangunan Smelter Freeport di Gresik

Menanggapi protes tersebut, Bahlil menjelaskan smelter Gresik sudah direncanakan sejak 2017-2018. Lokasi di Gresik dipilih lantaran kala itu infrastruktur di Papua dinilai belum mumpuni, khususnya terkait kelistrikan.

Ia pun telah melakukan komunikasi intens dengan Presiden Jokowi terkait protes masyarakat Papua soal keinginan mereka agar smelter bisa dibangun di Papua.

Pemerintah pun telah merumuskan sejumlah langkah komprehensif melibatkan Freeport dan Kementerian ESDM untuk memenuhi aspirasi masyarakat Papua, dengan mendorong kapasitas produksi tembaga Freeport agar sebagian bisa diolah di smelter yang akan dibangun di Papua.

Meningkatkan Kapasitas Produksi Freeport

Bahlil menyebut saat ini kapasitas produksi tembaga Freeport mencapai sekitar 3 juta ton, dengan sekitar 1,3 juta ton digunakan untuk memenuhi kebutuhan pabrik eksisting di Papua. Ada pun sisa 1,7 juta ton akan masuk ke pabrik di Gresik yang baru diresmikan pembangunannya oleh Presiden Jokowi Oktober lalu.

"Kami akan meningkatkan kapasitas produksi Freeport copper (tembaga) dari 3 juta ton menjadi 3,8 juta ton atau lebih. Ini juga kami sudah komunikasi dengan Menteri ESDM. Lebihnya itu, ke depan akan kita rencanakan membangun smelter di Papua dan ini sudah menjadi bagian dari apa yang sudah kita programkan," katanya.

Bahlil pun meminta agar masyarakat Papua ikut mendukung rencana tersebut. Ia meminta agar masyarakat Papua tidak menahan atau menyampaikan aksi penolakan.

Smelter Akan Dibangun di Papua

Ia juga menuturkan, sebagai putra Papua, pembangunan smelter sudah jadi hal yang ia perjuangkan sejak masuk jajaran kabinet.

"Insya Allah doakan agar secepatnya kapasitas produksi copper Freeport dari 3 juta kita tingkatkan jadi 3,8 juta atau menjadi 4 juta. Sisa itulah kemudian yang akan dibangun smelternya di Papua. Sejak saya masuk anggota kabinet saya sudah memperjuangkan ini agar salah satu smelter Freeport dibangun di Papua. Cuma satu saya mohon, kalau sudah ada kebijakan, mohon kita dukung baik-baik. Jangan belum lagi kita buat, sudah mulai kitorang punya cara-cara palang ini, palang ini. Kalau kita main begitu nanti investor susah masuk," ujar Bahlil.

Selain terkait alasan pembangunan smelter Freeport di Gresik, dapatkan informasi dan berita nasional maupun internasional lainnya melalui VOI.