Family Man Harus Tahu,  5 Manfaat Self-Improvement yang Akan Membuat Keluarga Makin Harmonis
Ilustrasi manfaat self improvement dalam membangun hubungan sehat (Unsplash/Celeb Jones)

Bagikan:

SURABAYA - Ada banyak cara menilai seberapa besar sifat tanggung jawab yang dimiliki seorang pria, salah satunya dengan melihat keluarganya. Seorang ayah yang baik harus punya dan tahu manfaat Self-improvement yang akan membuat keluarganya makin harmonis. Selain itu harus mampu menjalankan fungsi parenting sebagai orang tua.

Mengenal Manfaat Self-Improvement

Sifat Self-improvement adalah cara membuat diri lebih berdaya yang dimulai dengan membangun visi dan sikap. Adapun yang paling penting untuk dibangun adalah kepercayaan diri, harga diri, dan efikasi diri atau keyakinan pada kemampuan diri untuk bertindak sebagai agen perubahan diri.

Membuat diri berdaya, juga kerap dikaitkan dengan membangun hubungan personal jadi lebih sehat. Dilansir Fatherly, Senin, 27 Juni, sejumlah bukti baik secara ilmiah maupun diutarakan oleh ahli psikologi ataupun psikiater berikut ini, manfaat self-improvement dalam kesejahteraan hidup, relasi yang harmonis, dan kebahagiaan.

1. Harga diri berimbas pada cara komunikasi

Dalam penelitian yang dilakukan dua dekade lalu, diterbitkan dalam Journal of Marriage and Family, menunjukkan bahwa ayah dengan harga diri tinggi melaporkan komunikasi yang jauh lebih baik dengan anak-anak mereka.

Penelitian selanjutnya juga mencatat ketika orang tua memiliki hubungan yang dekat dan positif dengan anak-anak mereka, berarti membangun kepercayaan diri anak-anak jauh lebih tinggi.

2. Self-improvement berkaitan dan ayah yang baik

Sebuah studi membuktikan, perbaikan diri atau self-improvement berkaitan dengan kemampuan seorang pria menjadi ayah yang baik.

Studi ini dilakukan pada tahun 2010 yang diterbitkan dalam jurnal Public Health Nursing. Dalam penelitian ini mencatat para ayah berusia muda menyadari bahwa peningkatan diri, terutama untuk melanjutkan pendidikan, memiliki pekerjaan, dan menjadi pautan positif bagi anak-anak mereka adalah bagian penting menjadi ayah yang baik.

3. Memperbaiki kebiasaan buruk merupakan strategi peningkatan diri

Seorang psikolog dan penulis Overcoming Parental Anxiety: Rewire Your Brain to Worry Less and Anjoy Parenting More, Debra Kaisen, Ph.D., mengatakan bahwa meningkatkan aspek kehidupan adalah bagian penting dari menjadi seorang ayah. Contoh kecilnya, mulai dari olahraga teratur, mengelola kecemasan, menambah pengetahuan, berhenti minum alkohol.

Ini merupakan proyek pengembangan diri yang juga mempengaruhi kesehatan mental dan kesejahteraan. Rekomendasi Kaisen, bekerja untuk membangun diri sendiri membuat seseorang bisa lebih selaras dengan orang lain.

4. Sadar perlu tumbuh dan berkembang

Michael Morris melakukan latihan meditasi setiap pagi. Efek yang ia rasakan, membantu menetapkan prioritasnya hari itu dan membuatnya lebih percaya diri dalam mengambil keputusan. Ia juga lebih aktif dalam menjaga kesehatan, yaitu dengan rutin olahraga dan memiliki berat badan ideal.

Katanya, karena tak ingin menjadi ayah yang malas, maka ia ingin lebih aktif dan interaktif dengan anak-anaknya.

Morris juga merupakan seorang koki, maka ia tak ingin pekerjaannya menjadi hal yang memberatkan. Dengan melakukan transformasi dari pikiran dan tubuh, maka ia lebih belajar cara makan, berkomunikasi, dan bertindak sebagai anggota masyarakat.

5. Kesadaran mempengaruhi cara interaksi dan bersikap

Seseorang akan mendapatkan masalah jika mereka menganggap semua reaksi mereka adalah tentang sikap orang lain. Padahal, reaksi merupakan cara seseorang secara sadar dalam berinteraksi. Misalnya, buah hati Anda lupa meletakkan piring pada tempatnya.

Tetapi Anda marah karena merasa tidak dihormati atau tidak didengarkan. Hanya karena buah hati lupa, bukan berarti kegagalan Anda untuk memberitahu mereka.

Jika tidak menyadari cara berinteraksi yang baik, seseorang akan lebih banyak berasumsi bahwa orang lain salah. Sebaliknya, kata Kaisen, dengan perbaikan diri dan meningkatkan kesadaran, seseorang bisa lebih efektif menjalankan perannya alih-alih mengandalkan asumsi semata.

Tambah Paul Greene, Ph.D., terapis perilaku kognitif di New York City, ketika emosi diatur secara lebih efektif, itu tidak membuat hubungan rusak karena emosi tak terkontrol.