SURABAYA – Strategi pengendalian pandemi COVID-19 yang belum maksimal di Indonesia mengakibatkan pemerintah terus memformulasikan mekanisme pembatasan mobilitas kepada warganya. Pemerintah beberapa kali mengeluarkan kebijakan dalam menghadapi kasus COVID-19 di Indonesia. Istilah penangan pandemi COVID-19 di Indonesia pun juga berbeda-beda tiap kebijakan.
Daftar Istilah Penangan Pandemi COVID-19 di Indonesia
Meski berbeda-beda, beberapa masyarakat menganggap bahwa arti dari istilah tersebut tak banyak berubah alias sama. Apakah hal tersebut benar? Berikut istilah kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dalam menghadapi COVID-19.
BACA JUGA:
1. PSBB
Pembatasan mobilitas dimulai dari Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Pembatasan ini ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 Tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Coronavirus Disease 2019 (COVID-19).
Untuk menerapkan PSBB, setiap provinsi dan kabupaten/kota mesti meminta restu terlebih dahulu kepada pemerintah pusat. Pemerintah pusat akan mempertimbangkannya dengan kajian epidemiologi sebelum menyetujui penerapan PSBB suatu wilayah.
Sebulan setelah munculnya kasus COVID-19 pertama di Indonesia, DKI Jakarta menjadi provinsi yang pertama kali menerapkan PSBB per 10 April 2020. Disusul oleh Jawa Barat, lalu beberapa daerah lainnya.
Secara aturan, PSBB mewajibkan perkantoran bekerja dari rumah atau work from home (WFH) kecuali sejumlah sektor esensial yang masih diperbolehkan beroperasi. Belajar dan beribadah mulai wajib dilakukan di rumah. Semua tempat hiburan ditutup. Rumah makan dilarang dine in. Lalu, kapasitas transportasi juga dibatasi.
2. PSBB Transisi/Proporsional
Per 4 Juni 2020, DKI Jakarta mengumumkan melakukan pembatasan mobilitas dengan sejumlah pelonggaran. Namanya PSBB Transisi.
Saat PSBB Transisi, perkantoran boleh kembali work from office (WFO), restoran kembali diizinkan dine in. tempat usaha nonesensial, tempat ibadah, hingga tempat wisata dibuka kembali. Kegiatan-kegiatan ini boleh dibuka kembali dengan pembatasan kapasitas 50 persen.
Namun, saat PSBB Transisi, tempat hiburan malam, spa, griya pijat, karaoke, diskotek masih ditutup. Sekolah juga masih menerapkan belajar jarak jauh.
Berbeda dengan DKI, Jawa Barat menggunakan istilah PSBB Proporsional, serupa dengan PSBB Transisi. Secara garis besar, aturan peloggarannya sama dengan yang diterapkan di Jakarta.
Kebijakan PSBB, PSBB Transisi, PSBB lagi, PSBB Transisi lagi, diterapkan sejumlah daerah hingga tanggal 10 Januari 2021, mengikuti kondisi kasus COVID-19 di daerah masing-masing.
3. PPKM
Selanjutnya, pemerintah pusat mengambil kemudi penanganan pandemi di daerah akibat lonjakan kasus yang mulai terlihat. Hal ini sekaligus mengganti istilah PSBB menjadi Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
PPKM disahkan lewat instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 01 Tahun 2021 tanggal 6 Januari. PPKM diberlakukan tanggal 11Januari hingga 8 Februari. PPKM ini diterapkan pada tingkat kabupaten-kota khusus Jawa dan Bali. PPKM Jawa-Bali dipimpin Menko Perekonomian Airlangga Hartato.
Aturannya, perkantoran WFO 25 persen, sektor rsensial boleh beroperasi 100 persen, pusat perbelanjaan hingga restoran (kapasitas 25 persen) berlaku sampai pukul 19.00 WIB. Tempat ibadah hingga transportasi boleh beroperasi 50 persen. Fasilitas umum dan kegiatan sosial budaya dihentikan sementara.
4. PPKM Mikro
Pemerintah kembali menganggap PPKM tingkat kabupaten/kota belum optimal mengendalikan kasus COVID-19. Lalu, pembatasan mobilitas diganti dengan penerapan PPKM Mikro yang berlaku sejak 9 Februari 2021. PPKM Mikro diawali di Jawa dan Bali lewat Instruksi Mendagri Nomor 3 Tahun 2021.
Daerah yang akan menerapkan PPKM mikro ini adalah daerah yang telah memberlakukan PPKM sebelumnya. Bedanya dengan PPKM, PPKM Mikro lebih memusatkan pengendalian di tingkat komunitas, yakni RT-RW. Ada beragam kriteria pengendalian tergantung zona, mulai dari hijau, kuning, oranye, hingga merah.
Memang masih ada pembatasan kegiatan seperti PPKM, namun saat PPKM Mikro lebih dilonggarkan. Selama PPKM Mikro, WFO diperlonggar menjadi 50 persen, dine in di restoran diperlonggar 50 persen. Mal dan restoran boleh beroperasi hingga pukul 21.00 WIB.
5. Pengetatan PPKM Mikro
Secara bertahap, PPKM Mikro akhirnya berlaku di seluruh provinsi hingga 21 Juni 2021. Saat itu, kondisi COVID-19 semakin melonjak, bahkan sempat mencapai lebih dari 50 ribu kasus per hari. Oleh karena itu, pemerintah menerapkan Pengetatan PPKM Mikro yang berlaku sejak 22 Juni sampai 5 Juli.
Lewat Instruksi Mendagri Nomor 14 Tahun 2021, terdapat perbedaan pelaksanaan kegiatan makan/minum di tempat umum (warung makan, rumah makan, kafe, pedagang kaki lima, lapak jajanan) lokasi tersendiri maupun pusat perbelanjaan/mal pada Pengetatan PPKM Mikro.
Untuk, kegiatan makan minum di tempat kapasitasnya diatur sebesar 25 persen dari kapasitas normal. Kemudian, jam operasional dibatasi sampai dengan pukul 20.00 waktu setempat.
Pelaksanaan kegiatan pada pusat perbelanjaan, mal, pusat perdagangan, jam operasionalnya dibatasi sampai dengan pukul 20.00 waktu setempat, dan pembatasan kapasitas pengunjung sebesar 25 persen dengan penerapan protokol kesehatan secara lebih ketat.
Sementara, terkait aturan bekerja dari rumah masih sama dengan instruksi sebelumnya. Daerah dengan zona merah, diminta untuk menerapkan work from home (WFH) atau bekerja dari rumah sebesar 75 persen yang diatur secara bergiliran, dan WFO sebesar 25 persen. Bagi daerah selain zona merah, pembatasan dilakukan dengan menerapkan 50 persen WFH dan 50 persen WFO atau bekerja di kantor.
6. PPKM Darurat
Pemerintah kembali mengubah istilah penanganan pandemi menjadi PPKM Darurat Jawa-Bali dan beberapa daerah lain. PPKM Darurat dilaksanakan berdasarkan Inmendagri Nomor 15 Tahun 2021 dan mulai berlaku pada 12 Juli. Sementara, di luar Jawa dan Bali masih menerapkan PPKM Mikro.
Saat PPKM Darurat, seluruh belajar mengajar dilakukan daring dan uji coba sekolah tatap muka dihentikan. Kegiatan usaha di sektor esensial boleh beroperasi 50 persen, kritikal 100 persen dan di luar itu wajib WFH.
Kemudian, rumah makan hingga lapak jajan tak boleh diizinkan dine in. Kegiatan perbelanjaan kecuali apotek dan toko obat ditutup. Supermarket dan sejenisnya yang menjual kebutuhan sehari-hari maksimal beroperasi pukul 20.00. Tempat ibadah hingga fasilitas publik ditutup.
7. PPKM Level 4
Yang paling baru, pemerintah kembali mengubah istilah penanganan pandemi dengan nama PPKM Level 4 dan PPKM Level 3. Hal ini tertuang dalam Instruksi Mendagri Nomor 22 Tahun 2021 tentang PPKM Level 4 COVID-19 di Wilayah Jawa dan Bali.
Inmendagri tersebut merupakan regulasi mengenai perpanjangan PPKM Darurat sampai 25 Juli yang kemarin diumumkan Presiden Joko Widodo. Hanya saja, istilah PPKM Darurat diganti menjadi PPKM Level 4. Secara umum, aturan penerapan hingga pengawasan pembatasan mobilitas dalam PPKM Level 4 sama dengan PPKM Darurat.
Dengan demikian, sudah ada 7 istilah yang digunakan pemerintah dalam menjalankan kebijakan pembatasan kegiatan masyarakat, mulai dari PSBB, PSBB Transisi/Proporsional, PPKM, PPKM Mikro, pengetatan PPKM Mikro, PPKM Darurat, hingga PPKM Level 4.
Artikel ini telah tayang dengan judul Gonta-ganti Istilah Penangan Pandemi COVID-19 di Indonesia.
Selain terkait istilah penangan pandemi COVID-19 di Indonesia, dapatkan informasi dan berita nasional maupun internasional lainnya melalui VOI.