SURABAYA - Masyarakat yang tinggal di pesisir Jawa Timur diimbau untuk meningkatkan kewaspadaannya seiring dengan adanya potensi bencana banjir rob sebagai dampak La Nina.
Bencana Banjir Rob di Jatim
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Maritim Tanjung Perak Surabaya sendiri memprediksi banjir rob atau air laut pasang berpotensi terjadi pada pertengahan bulan Juni yang kemungkinan akan berdampak pada pesisir Jawa Timur, termasuk Surabaya.
BACA JUGA:
"Di mana ketinggian banjir rob berada pada level 160 dari rata-rata muka laut. Nah, kondisi ini akan menyebabkan terjadinya genangan di wilayah pesisir mencapai 30 hingga 40 cm. Puncak banjir rob terjadi pada tanggal 15 Juni mendatang," ucap prakirawan BMKG Maritim Tanjung Perak Surabaya, Fajar Setiawan, dikonfirmasi, Senin, 13 Juni.
Fajar menilai, banjir rob tersebut menyebabkan aliran sungai ke laut menjadi terhambat. Terlebih lagi, kondisi ini bisa diperparah dengan adanya fenomena La Nina.
Potensi Masih Tinggi
Meski sekarang sudah memasuki musim kemarau, namun potensi hujan itu terbilang masih lebih tinggi.
"Nah, jika ketiganya terjadi secara bersamaan, ada hujan, terus terjadi pasang, maka otomatis air di sungai akan lebih sulit lagi untuk mengalir ke laut," ujarnya.
Fajar mengatakan, akhir-akhir ini kondisi air laut juga masih hangat. Oleh sebabnya, hujan akan sering terjadi meskipun intensitasnya ringan hingga sedang jika di daratan.
Sedangkan kondisi di laut, intensitas hujan bisa mencapai kategori sedang hingga lebat.
"Karena memang saat ini La Nina, jadi kita prediksi hingga akhir tahun mendatang meskipun musim kemarau itu masih akan sering terjadi hujan. Sebagian besar masyarakat itu menyebutnya kemarau basah," katanya.
Mengenal La Nina
Fajar menjelaskan La Nina sebenarnya adalah fenomena global yang tidak hanya melanda di wilayah Jawa Timur. Namun dikatakannya, jika La Nina lebih intens melanda wilayah Indonesia terutama bagian Tengah dan Timur.
"Jadi mulai akhir-akhir ini dan kita prediksi untuk suhu muka laut yang menghangat itu hingga akhir tahun. Jadi, sampai akhir tahun nanti Insyaallah curah hujannya masih akan sering terjadi," ujarnya.
Karena itu, Fajar mengimbau kepada masyarakat terutama yang tinggal di pesisir agar lebih meningkatkan kewaspadaan. Pasalnya, saat ini suplai uap air di wilayah Indonesia masih banyak, sehingga hujan bakal sering terjadi. Juga, karena menguapnya Angin Timuran yang dapat menyebabkan angin kencang dan gelombang pasang mengalami peningkatan.
"Ketiga itu karena adanya fenomena supermoon atau perigee, yang mana bulan berada pada posisi dekat dengan bumi. Ini akan menyebabkan banjir pasang yang akan lebih intensif terjadi. Prediksi kami terjadi mulai dari pertengahan sampai akhir Juni, juga akan terjadi pada pertengahan Juli," katanya.
Masyarakat Diminta Update Cuaca
Dari ketiga faktor ini, Fajar kembali berpesan kepada masyarakat agar senantiasa update informasi cuaca. Utamanya terhadap adanya potensi-potensi bahaya yang timbul.
Apabila menemukan kondisi bahaya atau peringatan bahaya dari BMKG, pihaknya berharap masyarakat tidak memaksakan diri beraktivitas.
"Prediksi kami puncak supermoon itu terjadi besok sekitar pukul 18.00 WIB, yakni bulan purnama yang jaraknya dekat dengan bumi. Untuk fenomenanya terjadinya besok, tapi kalau dampaknya bisa dirasakan mulai saat ini sampai tanggal 17 Juni. Dampak yang paling utama adalah air pasang," ujarnya.
Fenomena Global La Nina
Senada juga disampaikan Koordinator Bidang Data dan Informasi BMKG Juanda Sidoarjo, Teguh Tri Susanto, menyatakan hal yang sama. Menurutnya, saat ini memang tengah ada fenomena global La Nina yang masih berlanjut. Fenomena suhu muka laut yang lebih hangat di sekitar wilayah Jawa Timur.
"Kalau pertanyaan apakah ini kemarau basah, mungkin masyarakat dibebaskan saja dalam memberikan sebutan, yang penting sadar bahwa ada potensi hujan sepanjang tahun ini," kata Teguh.
Potensi Hujan Sepanjang Tahun
Teguh kembali menegaskan, BMKG memprediksi potensi hujan akan tetap ada sepanjang tahun 2022. Namun demikian, ia berpesan, kondisi kemarau basah karena anomali iklim ini tidak bisa dijadikan patokan akan terjadi selamanya.
"Ini sebagai gambaran umum, untuk penguatannya bisa tetap memantau perkembangan cuaca dalam skala meteorologi (1 harian, 3 harian, 7 harian) di kanal-kanal resmi atau kontak BMKG," katanya.