SURABAYA - Kasus pencabulan di Ngawi, Jawa Timur menuai perhatian. Kali ini korban adalah seorang remaja perempuan dengan pelaku guru spiritual.
Kapolres Ngawi AKBP Dwiasi Wiyatputera menjelaskan kasus tersebut dialami oleh korban yang berusia 17 tahun selama dua tahun.
BACA JUGA:
Kasus Pencabulan di Ngawi
Tersangka berinisial JKI (46) yang merupakan guru spiritual keluarga korban berasal dari Desa Beran, Kecamatan Ngawi, Kabupaten Ngawi.
"JKI ini berdalih hendak membersihkan diri korban dari aura negatif, serta hendak membai'at korban agar selamat dari segala gangguan makhluk halus," kata Dwiasi, dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 27 Juli.
Gunakan Kedok Agama
Untuk melancarkan aksinya, lanjut Dwiasi, tersangka JKI menggunakan bujuk rayu dan ancaman kepada korban. Pelaku juga membawa nama agama sebagai kedok, agar korban percaya dan mau disetubuhi oleh tersangka tanpa ada perlawanan.
"Tersangka JKI merupakan orang kepercayaan keluarga korban dan sudah dianggap sebagai guru spiritual keluarga korban," katanya.
Pengobatan Alternatif
Tersangka JKI, kata Dwiasi, mengaku mulai mengenal korban pada awal Februari 2020, di mana saat itu keluarga korban sering meminta bantuan tersangka untuk pengobatan alternatif dan gangguan gaib yang dialami keluarga korban.
"Pada saat itu ayah korban menderita sakit, dan setelah diobati dengan cara alternatif oleh tersangka, ayah korban mulai berangsur sembuh. Semenjak saat itu korban dan tersangka mulai akrab dan korban sudah menganggap tersangka sebagai bapaknya sendiri," ujarnya.
Datang ke Rumah Korban
Hingga pada bulan Juni 2020, tersangka datang ke rumah korban dengan maksud untuk memberikan amalan kepada bapak dan Ibu korban yang harus diamalkan di luar rumah. Karena sudah percaya dengan tersangka, maka bapak dan ibu korban menuruti semua perintah tersangka dan meninggalkan korban sendiri di rumah seorang diri.
"Pada saat itulah, tersangka melancarkan aksinya dengan memasuki kamar korban, kemudian membujuk korban dan mengatakan akan membersihkan aura negatif di tubuh korban (akan di Bai'at). Syaratnya, korban harus melepaskan semua pakaianya dan menuruti semua permintaan dari tersangka," ujarnya.
Korban Diancam
Tak hanya itu, tersangka juga menyumpah korban untuk berjanji selalu menuruti semua kemauan tersangka, tanpa ada perlawanan dan tidak boleh menceritakan kepada siapa pun. Saat itu, tersangka juga mengancam akan mencelakai dan membunuh korban.
"Karena ketakutan maka korban menuruti semua kemauan pelaku, bahkan saat tersangka menyetubuhi korban untuk pertama kalinya di rumah korban tersebut," katanya.
Tersangka Ketagihan
Setelah kejadian pertama tersebut, tersangka merasa ketagihan sehingga terus mengulangi perbuatan menyetubuhi korban dengan dalih dan alasan yang sama yaitu hendak membersihkan diri korban, sampai perbuatan tersangka tersebut berjalan kurang lebih dua tahun sehingga korban mengalami kehamilan dengan usia kandungan kurang lebih lima bulan.
"Tersangka menyetubuhi korban pertama kali saat usia korban masih 17 tahun, dan hal tersebut terus dilakukan secara berlanjut dan berulang kali sampai saat ini korban berusia 19 tahun dengan total persetebuhan kurang lebih 200 kali selama kurun waktu tersebut," ujarnya.
Korban Hamil
Menurut Dwiasi, korban selama ini tidak menceritakan kejadian yang dialaminya karena takut akan ancaman tersangka.
Namun hal itu terungkap setelah korban hamil, dan memberanikan diri untuk menceritakan semuanya kepada orang tuanya. Lalu mereka melaporkan hal itu ke Polsek Ngawi guna proses hukum lebih lanjut.
Ada Puluhan Korban
Dwiasi menerangkan, dari hasil pendalaman penyidik Polsek Ngawi, diduga prilaku menyimpang tersangka tersebut juga dilakukan kepada puluhan anak di bawah umur. Namun hingga saat ini belum ada korban lain yang melapor ke Polri.
"Untuk itu Satreskrim Ngawi membuka Hotline khusus pusat pengaduan kasus pencabulan sehingga dapat segera tertangani, dengan nomor 085161847080," katanya.
Terancam Penjara
Atas perbuatannya, tersangka JKI dijerat Pasal 76D Jo 81 atau Pasal 76E Jo pasal 82 UU tentang Perlindungan Anak.
"Tersangka JKI diancam hukuman berupa pidana penjara maksimal 15 tahun penjara, dan denda Rp5 miliar," ujarnya.