SURABAYA - Pegawai kecamatan, kelurahan, dan puskesmas kini dilarang meminta fotokopi KTP dan KK saat memberikan bansos di Surabaya untuk warga kesusahan. Hal ini disampaikan oleh Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi.
"Kalau ada anak buah saya yang minta data KTP atau KK, jangan diberi. Saya haramkan lurah, camat dan puskesmas minta fotokopi KTP dan KK, ini koreksi betul buat kami," ujar Wali Kota Eri Cahyadi saat menggelar “Ngobras” (Ngobrol Santai) di Ballroom Rich Palace, Surabaya dilansir ANTARA, Selasa, 2 Agustus.
BACA JUGA:
Data Penerima Bansos di Surabaya
Dalam kesempatan "Ngobras", salah satu keluhan yang disampaikan Kader Surabaya Sehat (KSH) kepada Eri Cahyadi adalah terkait aplikasi Sayang Warga dan pengisian data serta insentif kader Kecamatan Genteng.
Menanggapi curhatan dari KSH, Wali Kota Eri Cahyadi langsung memberikan solusi.
"Ketika data warga sudah masuk ke aplikasi Sayang Warga, itu tidak perlu membuat laporan lagi, cukup itu saja, apa lagi minta fotokopi KTP," kata Eri.
Terdaftar di Aplikasi
Wali Kota Eri Cahyadi menjelaskan, sebenarnya data nomor induk kependudukan (NIK) Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) itu sudah pasti terdaftar di aplikasi Sayang Warga. Oleh karena itu, lurah, camat dan puskesmas tak perlu lagi meminta kopian KTP atau KK warga yang akan dibantu.
Menurut dia, pendataan warga itu harus sudah terintegrasi satu sama lain, baik itu dari kelurahan, kecamatan hingga ke organisasi perangkat daerah (OPD) terkait.
Masih adanya sistem administrasi manual tersebut, lanjut dia, ada yang perlu diperbaiki dan evaluasi, agar pelayanan ke depannya semakin baik.
"Kalau sudah ada aplikasi tapi masih diminta berkas, ya ada yang salah di sistem itu. Saya bilang ke semua kader, kalau diminta (fotokopi KTP dan KK) jangan kasih. Smartcity ya seperti ini harus terintegrasi," ujar dia.
Pemberian Insentif
Eri Cahyadi menambahkan, setelah menerima kunjungan dari Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) RI, dr. Dante Saksono Harbuwono pada Senin (1/8), Pemkot Surabaya mendapat apresiasi, karena memberi insentif senilai Rp400 ribu kepada KSH.
"Menurut beliau (Wamenkes) insentif KSH ini paling tinggi, bahkan di kota lain ada yang tidak dapat. Beliau juga mengatakan, terkait insentif itu akan disampaikan dalam rapat di sana (pusat), untuk bentuknya kami belum tahu pasti," kata dia.