Hukum Mata Uang Kripto dari Kacamata Muhammadiyah
Ilustrasi mata uang kripto (Pierre Borthiry/Unsplash)

Bagikan:

SURABAYA – Hukum mata uang kripto cukup hangat diperbincangkan karena adanya trend anak muda berinvestasi di mata uang digital tersebut. Bagi kalangan umat muslim, hukum syariat mata uang masih mengandung perdebatan.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) sendiri sempat menerbitkan 11 catatan tentang mata uang kripto Bitcoin. Mereka menjelaskan bahwa Bitcoin (BTC) punya dua hukum terpisah, mubah dan haram.

BTC mubah saat digunakan hanya sebagai alat tukar bagi dua pihak yang saling bersepakat. Sedangkan hukumnya bisa  haram saat dipakai sebagai investasi.

Mata Uang Kripto dari Kacamata Muhammadiyah

Dilansir dari muhammadiyah.or.id, Wakil Ketua Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah Fahmi Salim mengatakan bahwa di dunia Islam belum ada fatwa khusus yang bisa jadi pedoman untuk menentukan hukum uang kripto.

Ia menilai bahwa tingkat kebaruan yang cukup rumit  membuat sebagian besar ulama tidak terburu-buru menjatuhkan hukum, termasuk Muhammadiyah.

“Para fuqaha sangat berhati-hati untuk memfatwakannya,” ujarnya saat Pengajian Majelis Tabligh PP Muhammadiyah.

Fahmi Salim sendiri secara pribadi berpendapat bahwa hukum kripto tergantung pada penggunaannya; apakah dipakai untuk kebaikan atau kejahatan.

 “Teknologi ‘kripto’ ini sebetulnya adalah bebas nilai. Kalau digunakan untuk melahirkan produk yang haram atau jasa yang haram, maka produknya haram. Kalau digunakan untuk menghasilkan yang halal maka produknya bisa tetap halal,” tuturnya.

Namun, Ulama muda lulusan Al-Azhar Kairo itu cenderung menghindari penggunaan mata uang kripto karena fungsinya belum dilegalkan oleh negara. Terlebih angka fluktuasi mata uang digital tersebut bisa berubah tajam hanya dalam waktu singkat.

Selain terkait hukum mata uang kripto, dapatkan informasi dan berita nasional maupun internasional lainnya melalui VOI.