Majikan Divonis Ringan karena Lakukan Penganiayaan ART di Surabaya, Anggota DPRD Harap JPU Lakukan Hukum Banding
ILUSTRASI PENGADILAN (UNSPLASH).jpg

Bagikan:

SURABAYA - Kasus penganiayaan ART di Surabaya, Jawa Timur mendapat sorotan dari Wakil Ketua Komisi B DPRD Surabaya Anas Karno. Ia menilai, putusan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya kepad pelaku penganiayaan masih terllau ringan.

"Masyarakat Surabaya banyak memantau dan melihat kabar putusan yang tidak sesuai dengan rasa keadilan. Sepatutnya hakim memvonis dengan putusan maksimal," ujar Wakil Ketua Komisi B DPRD Surabaya Anas Karno, di Surabaya dikutip Antara, Minggu, 19 Desember.

Kasus Penganiayaan ART di Surabaya

Seperti diketahui, masyarakat Surabaya sempat diramaikan kabar penganiayaan seorang majikan bernama Firdaus Fairus (53) yang melakukan kekerasan kepada ART bernama Alok Anggraini (47). Penyiksaan yang dilakukan mulai dari dijemur di bawah terik matahari, ditonjok, didorong, ditendang hingga dipukul besi ringan.

Tak sampai situ, Fairus juga sempat mengirimkan ART ke Lingkungan Pondok Sosial (Liponsos) Surabaya. Ia menyebut sang ART mengalami gangguan jiwa demi menutupi perbuatan yang dilakukan Fairus. Meski demikian, petugas keamanan perumahan mengetahui kejadian tersebut dan diproses kepolisian.

Anggota DPRD Soroti Hukuman Pelaku Penganiayaan

Terbaru, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya telah mengajukan tuntutan kepada pelaku dengan penjara 4 tahun 6 bulan. Sayangnya putusan akhir di PN Surabaya pada Kamis, 16 Desember, mengganjar Fairus dengan hukuman penjara selama dua tahun tiga bulan.

"Mengingat perbuatan terdakwa membawa penderitaan terhadap korban, kami berharap JPU dapat melakukan upaya hukum banding atas putusan tersebut," ujar politikus PDIP ini.

Menurut Anas, kasus penganiayaan berat terhadap ART di Surabaya sering tidak terungkap di masyarakat. Untuk itu, lanjut dia, agar kasus serupa tidak terjadi lagi di Surabaya, maka perlu menjadi perhatian para penegak hukum sehingga hak ART maupun warga Surabaya terlindungi.

"Hukum jangan digunakan sebagai alat yang hanya tajam ke bawah tumpul di atas. Kasihan masyarakat kecil," katanya.