Penghapusan BBM Premium dan Pertalite Diminta Dibatalkan, DPR Sebut Akar Masalah Pencemaran Udara Bukan Hanya BBM
Ilustrasi penghapusan BBM (antara)

Bagikan:

SURABAYA - Penghapusan bahan bakar minyak (BBM) jenis premium dan pertalite jadi perdebatan. Komisi VI DPR RI sendiri meminta kepada Pemerintah, terutama Kementerian ESDM dan Pertamina untuk membatalkan rencana penghapusan BBM.

Penghapusan tersebut dinilai tidak tepat dilakukan karena saat ini kondisi ekonomi sebagian besar masyarakat masih terpuruk akibat pandemi.

Alternatif Penghapusan BBM

Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PKS Amin Ak, menilai jika penghapusan BBM dilakukan untuk mengalihkan BBM ramah lingkungan, Pertamina bisa menaikkan angka oktannya dari 90 ke 91 sesuai ambang batas ideal BBM sesuai standar Euro4. Dengan begitu harganya masih di bawah harga jenis Pertamax, sehingga lebih terjangkau.

“Tetapi sesungguhnya, akar masalah utamanya bukan sekedar jenis BBM. Jika ingin menurunkan pencemaran udara, perbaiki transportasi publik agar nyaman dan aman. Jadi penggunaan kendaraan pribadi akan jauh berkurang,” ujar Amin kepada wartawan, Kamis, 30 Desember.

Amin juga mengungkap dari proporsi konsumsi BBM berdasarkan jenisnya, konsumsi premium tak banyak digunakan. Pengguna BBM tersebut datang dari kelompok masyarakat tertentu yang hanya mampu membeli BBM murah seperti tukang ojek, pengemudi angkutan kota, dan kelompok usaha skala mikro yang sedang memulihkan usahanya.

"Kalaupun ada penyalahgunaan penggunaan oleh konsumen diluar kelompok bawah, maka yang harus dilakukan adalah pengaturan dan pengawasan yang ketat. Bukan menghapus sama sekali, karena ketersediaannya masih dibutuhkan masyarakat," tegas politikus PKS itu.

Tingkat Konsumsi Bensin Premiun Tak Besar

Lagi pula, kata Amin, tingkat konsumsi bensin premium selama ini tidak besar. Berdasarkan data Pertamina pada 2020 lalu, jelas dia, secara nasional konsumsinya rata-rata hanya 23,9 ribu kiloliter per hari. Begitupun untuk jenis pertalite.

Amin pun meminta pemerintah membuktikan bahwa kampanye transportasi publik yang nyaman dan juga penggunaan kendaraan listrik yang diklaim lebih ramah lingkungan benar serius bukan lips services. Selain itu, menurutnya, pemerintah juga harus menciptakan iklim yang membuat masyarakat beralih menggunakan kendaraan listrik, baik roda dua maupun roda empat.

“Jika ingin mengurangi pencemaran lingkungan, seharusnya menyelesaikan akar persoalannya, bukan kebijakan tambal sulam,” tegasnya.

Pentingnya Transportasi Umum

Amin menambahkan, penting juga pemerintah menyediakan layanan transportasi publik yang memadai dan terkoneksi dengan kawasan industri dan perkantoran. Hal itu untuk mendorong masyarakat berbondong-bondong menggunakan transportasi massal.

Dikatakan Amin, tingginya pencemaran udara tinggi tidak hanya disebabkan oleh sektor tranportasi. Namun juga sektor industri dan pembangkit listrik yang ada saat ini masih jauh dari kata ramah lingkungan.

“Secara teknologi, saat ini sudah tersedia pembangkit listrik biomassa yang memanfaatkan limbah biomassa. Secara bertahap PLTU Batubara harus memanfaatkan teknologi co-firing dengan memanfaatkan biomassa yang ramah lingkungan dan berbiaya murah,” pungkasnya.