Sidang Kekerasan Seksual di SMA SPI Kota Batu Ditunda karena Hakim Positif COVID-19
SMA Selamat Pagi Indonesia Kota Batu (DOK ANTARA)

Bagikan:

SURABAYA - Kasus digaan kekerasan seksual di SMA Selamat Pagi Indonesia (SPI) Kota Batu terus berlanjut. Namun, sidang kekerasan seksual di SMA SPI terpaksa ditunda lantaran hakim terpapar COVID-19.

Sidang Kekerasan Seksual di SMA SPI Ditunda

Juru Bicara Pengadilan Negeri (PN) Malang Mohammad Indarto menjelaskan bahwa hakim ketua majelis yang memimpin persidangan dilaporkan terinfeksi COVID-19 usai menjalani tes usap antigen pada Selasa 22 Februari.

"Kemarin (Selasa) dilakukan swab antigen kepada seluruh pegawai dan karyawan, kebetulan hakim ketua majelis positif. Untuk itu, sidang hari ini ditunda dua minggu," kata Indarto di Kota Malang, Jawa Timur, Rabu 23 Februari.

Dalam penjelasannya, penundaan sidang dengan terdakwa JE dilakukan kurang lebih selama dua pekan karena hakim ketua majelis harus menjalani isolasi mandiri.

Dia menegaskan tidak ada alasan lain terkait penundaan sidang, yang seharusnya dilakukan mulai pukul 10.00 WIB dengan agenda menghadirkan tiga orang saksi dari jaksa penuntut umum (JPU).

"Tidak ada alasan lain terkait penundaan sidang tersebut. Penundaan dilakukan karena hakim ketua majelis sedang menjalani isolasi mandiri," katanya.

Terdakwa JE Terancam Penjara

Sebelumnya, sidang pembacaan dakwaan terhadap JE dilakukan tertutup. JPU Kejaksaan Negeri Kota Batu menjerat terdakwa JE dengan pasal alternatif, dengan ancaman hukuman penjara minimal tiga tahun dan maksimal 15 tahun.

JE didakwa dengan sejumlah pasal yakni, pasal 81 ayat 1 Jo Pasal 76 D Undang-Undang Perlindungan Anak, juncto Pasal 64 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Kemudian, Pasal 81 ayat 2 UU Perlindungan Anak, juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP, Pasal 82 ayat 1, juncto Pasal 76e UU Perlindungan Anak, juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP dan pasal 294 ayat 2 ke-2 KUHP, juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Pasal yang menjerat terdakwa JE merupakan pasal alternatif dan bukan pasal berlapis atau kumulatif. Dengan dakwaan alternatif, maka dalam persidangan harus bisa membuktikan perbuatan terdakwa dengan salah satu pasal yang didakwakan.

Dalam berkas dakwaan yang dibacakan oleh JPU, korban dugaan kekerasan seksual sebanyak satu orang saksi korban dengan inisial SDS. Hal tersebut merupakan fakta persidangan yang saat ini berjalan.