JEMBER - Kasus pencabulan anak di bawah umur yang dilakukan oleh salah satu Dosen Universitas Jember (Unej) bergulir. Kabar terbaru, oknum dosen yang berinisial RH dituntut delapan tahun penjara. Tuntutan tersebut disampaikan saat sidang yang digelar di ruang sidang Candra Pengadilan Negeri Jember, Jawa Timur, Kamis, 21 Oktober.
"Terdakwa dituntut delapan tahun penjara, denda Rp50 juta subsider enam bulan kurungan," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Adek Sri Sumiarsih saat dikonfirmasi usai persidangan di Jember, Kamis, 21 Oktober.
BACA JUGA:
Oknum Dosen Universitas Jember Lakukan Pencabulan
Jaksa menilai bahwa perbuatan terdakwa telah terbukti sebagai tindak pidana pencabulan berdasarkan keterangan saksi-saksi yang sebelumnya sudah disumpah.
"Saksi-saksi yang hadir dalam persidangan ikut mendukung pembuktian dari dakwaan JPU bahwa terdakwa melakukan perbuatan cabul kepada saksi korban," tuturnya.
Hakim juga menjelaskan, terapi yang diklaim oleh terdakwa hanyalah dalih. Berdasarkan fakta di persidangan, keterangan saksi, dan barang buktinya bahwa perbuatan itu masuk dalam kategori perbuatan cabul.
Sidang Dosen Universitas Jember Dilakukan Tertutup
Dalam surat dakwaan, terdakwa RH didakwa pasal 82 UU No. 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak karena melakukan pencabulan anak yang dilakukan oleh walinya dan pasal 45 UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) karena korban mengalami stres tingkat sedang.
Sidang lanjutan kasus pencabulan dengan terdakwa dosen FISIP Universitas Jember tersebut digelar secara tertutup dan terdakwa mengikuti persidangan dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II-A Jember, sedangkan majelis hakim, jaksa, dan penasehat hukum terdakwa hadir di PN Jember.
"Selanjutnya adalah agenda pembelaan atau pledoi yang ditunda pada 2 November 2021 karena salah satu majelis hakim pekan depan mengajukan cuti," katanya.
Kuasa Hukum Terdakwa Minta Dituntut Secara Objektif
Di tempat terpisah, kuasa hukum terdakwa RH, Freddy Andreas Caesar dalam rilisnya mengatakan pihaknya berharap JPU obyektif dalam menuntut kliennya RH dan tidak berdasarkan ketakutan atau opini publik karena tuntutan wajib berdasarkan fakta-fakta yang muncul dalam persidangan.
"Saya yakin JPU akan independen dan obyektif melihat fakta-fakta yang muncul di persidangan," katanya dilansir Antara.