SURABAYA - Kemunculan Wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) di Tanah Air telah menyebar ke 19 provinsi dan 222 kabupaten/kota. Wabah PMK ini kemudian memicu kekhawatiran, terutama di kalangan para peternak dan pedagang.
Kekhawatiran tersebut memaksa para peternak menjual hewan ternaknya lebih murah. Bahkan harganya lebih rendah 15 persen dari harga normal.
BACA JUGA:
Kemunculan Wabah PMK
Ketua Umum Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) Nanang menjelaskan bahwa momen Iduladha sebenarnya momen yang ditunggu oleh peternak. Sayangnya justru muncul wabah PMK.
Awalnya, kata Nanang, para peternak tidak begitu khawatir saat pemerintah mengumumkan terjadinya wabah PMK di Jawa Timur dan Aceh. Namun, dalam perkembangannya virus PMK menyebarnya sangat masif.
Kondisi ini, kata Nanang, membuat syok para pelaku usaha peternakan skala kecil maupun besar. "Iduladha yang mestinya peternak menikmati kenaikan harga 10 bahkan sampai 25 persen dari harga normal, terpaksa justru harus turun antara 10 sampai 15 persen kalau kami mendapatkan informasi dari para pelaku usaha di daerah," katanya dalam diskusi virtual, Kamis 30 Juni.
Kendala Para Peternak
Nanang juga mengatakan banyak sekali kendala-kendala yang harus dihadapi oleh para peternak saat ini. Contohnya, sapinya yang mau dikurbankan tiba-tiba terserang PMK. Padahal, sapi tersebut yang sudah di DP atau sudah dibayarkan.
"Tinggal kirim saja menjelang hari H Iduladha, ternyata terpapar dan tidak bisa dikirim. Ini yang berat," ucapnya.
Sementara, kata Nanang, peternak juga mengalami kendala terhadap ternak-ternak yang masih sehat. Hal ini karena ternak tersebut sudah masuk zona yang terpapar. Sehingga ternak tidak bisa dikirimkan ke luar daerah seperti kota-kota besar Jakarta, Bandung dan lain sebagainya.
"Sehingga dan ini membuat apa yang namanya panic selling, jadi peternak terpaksa menjual di seputaran kandang mereka dengan harga yang sangat memprihatinkan," jelasnya.
Harga Merosot
Kondisi memperingatkan, kata Nanang, dialami peternak ketika ternaknya terpapar bahkan harus dipotong paksa karena tidak bisa terselamatkan. Hal ini karena harga jualnya akan merosot jauh dari harga pasaran normal.
"Belum lagi kalau yang terpapar dan tidak bisa diselamatkan yang terpaksa harus dipotong paksa. Dipotong paksa itu penurunan harganya luar biasa, sapi yang harga kisarannya sekitar Rp25 juta turun menjadi Rp10 juta, Rp8 juta ini yang membuat benar-benar peternak sangat terpukul," ucapnya.