Kesiapan Menjadi Orang Tua Ternyata Berkaitan dengan Usia, Bahkan Berpengaruh Pada Anak
Ilustrasi kesiapan menjadi orangtua (Freepik/senivpetro)

Bagikan:

SURABAYA - Salah satu mitos parenting yang berkembang di masyarakat adalah bahwa pernikahan tidak seharusnya dilakukan di usia yang terlalu tua. Hal itu dipercaya akan mempengaruhi sang anak. Namun, apakah kesiapan menjadi orang tua dan usia benar-benar berpengaruh pada anak? 

Kesiapan Menjadi Orang Tua

Sebuah studi menyatakan bahwa memiliki buah hati butuh rasa percaya diri, kesabaran, hingga akses ke sumber daya yang lebih besar.

Dilansir Healthline, Selasa, 24 Mei, kesuburan perempuan akan menurun pada usia 35 tahun. Selain itu penelitian juga menemukan bahwa usia ibu yang lebih tua lebih sering menghadapi peningkatan risiko mutasi genetik yang akan berkontribusi pada kondisi seperti down syndrome.

Tak hanya dari ibu, usia ayah juga berpengaruh pada anak saat lahir dengan peningkatan kondisi neurologis dan perilaku seperti autism dan attention deficit-hyperactivity disorder (ADHD). Bahkan kemungkinan lebih besar untuk mengembangkan gangguan bipolar atau psikosis.

Dampak Positif

Tetapi penelitian tersebut tidak semuanya buruk bagi orang tua yang lebih tua atau lebih punya perencanaan matang ketika akan memiliki anak. Faktanya, penelitian terbaru menemukan bahwa ketika diagnosis klinis diperhitungkan, anak-anak dari orang tua yang lebih tua menunjukkan lebih sedikit masalah perilaku secara keseluruhan.

Studi tersebut melibatkan 32.892 anak-anak di Belanda antara usia 10-12 tahun. Penelitian ini mengandalkan pelaporan diri tentang perilaku bermasalah oleh ibu, ayah, guru, dan anak-anak itu sendiri.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa orang  tua yang lebih tua melaporkan lebih sedikit masalah perilaku eksternalisasi di antara anak-anak mereka. Orang tua dan guru melaporkan lebih sedikit masalah perilaku yang bertahan.

Penelitian ini juga memperhitungkan status sosial ekonomi, yang berarti bahwa temuan itu bukan hanya karena orang tuanya lebih tua lebih mapan di bidang karir atau lebih nyaman secara ekonomi. Meski penelitian tak menunjukkan hubungan sebab dan akibat murni antara orang tua yang lebih tua dan perjuangan perilaku.

Pertimbangan dalam Studi

Menurut ahli hubungan dan pengasuhan, Wendy Walsh, Ph.D., ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam studi ini. Pertama, tidak terdapat studi sebelum melakukan pengambilan data atau disebut pre-test. Artinya pelaporan dari orang tua bisa tidak murni, bisa jadi melaporkan perilaku yang menguntungkan saja.

Namun menurut Walsh, hasil dari penelitian tersebut tidak bisa diabaikan. Hasil penelitiannya menjanjikan dan masuk akal.

Terang Walsh, semakin lama Anda menunggu, semakin pintar Anda, semakin banyak pendidikan yang Anda miliki, mungkin semakin baik kondisi keuangan Anda, dan semakin banyak sumber daya yang dimiliki. Dengan kemungkinan tersebut, semakin kecil anak Anda akan bertingkah.

Orang Tua yang Lebih Tua

Perlu digarisbawahi, penelitian ini menawarkan bahwa orang tua yang lebih dewasa akan lebih sedikit menemukan kesulitan perilaku, sosial, dan emosional untuk anak-anak.

Menurut asisten profesor psikiatri dan ilmu perilaku di Northwestern University, Nancy S. Molitor, Ph.D., pada ibu yang lebih tua, mengalami peningkatan kesabaran, sumber daya, dan bahkan lebih besar rasa syukur sehingga berkotribusi positif pada perkembangan anak.

Molitor juga mengatakan bahwa orang tua yang lebih tua, secara umum lebih nyaman dengan diri mereka sendiri. Kesadaran diri akan lebih banyak dan cukup wawasan sebagai kekuatan mengalahkan kelemahan. Tambahnya, orang tua yang lebih tua memiliki ruang untuk mendapatkan bantuan mengatasi masalah perilaku di jalur lebih cepat.